Gifted-disinkroni

TENTANG ANAK GIFTED YANG MENGALAMI DISINKRONITAS PERKEMBANGAN - suatu kelompok gifted children - dan bukan merupakan kelompok autisme, ASD, Asperger Syndrome ataupun ADHD - namun anak-anak ini sering mengalami salah terdiagnosa menjadi kelompok anak autisme ringan, ASD, Asperger Syndrom ataupun ADHD

Kamis, Agustus 12, 2010

PERANAN ORANG TUA DENGAN ANAK BERKEKHUSUSAN

PERANAN ORANG TUA DENGAN ANAK BERKEKHUSUSAN[1]

(sekedar bermimpi akan adanya perbaikan)

Julia Maria van Tiel

Orang tua anak berkekhususan gifted visual spatial learner.

Pembina kelompok diskusi orang tua anak gifted anakberbakat@yahoogroups.com

[1] Dibawakan dalam acara Seminar dan Workshop IlmiahThe Best Future For Special Needs Children, Kasandra & Associate bekerjasama dengan Ikatan Psikologi Klinis dan Universitas Persada Indonesia YAI , Jakarta, 24 Juli, 2010


Daftar Isi

- Tugas pengasuhan yang berat dan penuh dilema

_ Perlu memahami tumbuh kembang anak

_ Perlu memahami pola alamiah tumbuh kembang anak berkekhususan

_ Membutuhkan informasi dan intervensi yang EBP

_ Membutuhkan jalur rujukan dan protokol yang jelas

_ Membutuhkan layanan kolaboratif dan multidisiplin

_ Membutuhkan metoda pendidikan yang sesuai

_ Membutuhkan lembaga bantuan psikologi-pedagogi

_ Membutuhkan guru sebagai sahabat

_ Membutuhkan perlindungan hukum

_ Membutuhkan tenaga pendampingan

_ Harapan orang tua sebagai konsumen bidang kesehatan

dan pendidikan (suatu solusi)

Bila anak lahir membawa kekhususan

Orang tua anak berkekhususan biasanya tidak dapat menceritakan kesulitannya pada sembarang orang tua lain, sebab masalah kekhususan memang kurang dikenal secara umum. Apa yang sering dialami, justru orang tua menerima kritikan dari keluarga lain sebagai orang tua yang tidak mampu mendidik anaknya. Kritikan ini akan jauh lebih banyak diterima oleh orang tua dari anak penyandang masalah perilaku dan emosi. Orang tua anak ADHD misalnya, mendapatkan kritikan bahwa anaknya tidak pernah diajar berperilaku yang benar, sopan santun, dan menahan emosinya. Padahal betapa sulitnya orang tua ini menghadapi anaknya yang memang mengalami gangguan pada pusat pengatur perilaku (excecutive function) di susunan syaraf pusat (otak). Gangguan itu juga adalah gangguan bawaan sejak lahir yang akan disandangnya seumur hidupnya. Orang tua sering putus asa sendiri menghadapinya. Sejak bayi kecil, si anak sudah sering menunjukkan emosi yang memusuhi orang tuanya, seperti mengamuk, membuang mainan, dan merusak apa saja bila ia marah. Situasi seperti ini saja sudah membuat hubungan ibu dan anak menjadi kurang mesra, terjadilah gangguan relasi ibu anak. Padahal ibu mempunyai tugas sebagai pemegang peranan terbesar dalam perkembangan anak. Orang tua jika tak memahami masalah yang disandang anak, mucullah konflik tajam dengannya. Begitu pula anggota keluarga yang lain, akan memusuhi saudaranya yang ADHD, atau selalu berkelahi. Banyak dari anak ADHD akhirnya putus hubungan dengan ayahnya karena sering dipukuli.

Saat anak ini mulai besar, lingkungan luar, baik tetangga maupun famili juga mengambil jarak, yang menyebabkan keluarga ini menjadi terisolasi. Jika ada acara-acara bersama, atau ke restoran, dan tempat keramaian, anak ini dianggap pengganggu, yang sering menyebabkan keluarga ini tidak lagi berani membawa anaknya ke tempat keramaian. Padahal si anak memerlukan juga lingkungan sosial dalam fase-fase tumbuh kembangnya. Si Ibu sering bertanya-tanya: “Apa salahku melahirkan anak yang begitu sulit mengasuhnya?” Ibu yang taqwa dan tawakal akan berkata bahwa bagaimanapun ia akan tetap tabah dalam menghadapi ujian ini, pasti ada hikmahnya. Tetapi tidak semua Ibu bisa begini. Lebih banyak ibu-ibu yang stress.

Pada keluarga yang mempunyai anak mengalami keterlambatan perkembangan seperti misalnya anak-anak yang bersymptom perilaku autisme (seperti misalnya kurang mampu bersosialisasi, sulit menerima nasihat, rigid, dan kaku) sering mendapatkan kritikan bahwa anaknya terlalu dimanja, apa-apa diperbolehkan, kurang dilatih, dan sebagainya.

Anak yang mengalami cacat kasat mata seperti penyandang disleksia seringkali dituduh sebagai anak yang malas, tidak punya motivasi belajar, dan tidak disiplin. Akibatnya karena ia dianggap mengecewakan, sementara dirinya sendiri tidak mengerti mengapa sangat sulit mencapai prestasi, ia pun mengalami kefrustrasian yang tidak jarang justru memunculkan masalah perilaku.

Demikianlah lingkaran setan yang dihadapi anak yang lahir dengan kekhususan. Tapi kesulitan ini bukan hanya sampai disini saja. Saat mana orang tua sadar bahwa ia harus meminta pertolongan, kenyataannya justru banyak mulut harimau mengancam di hadapannya. Mulut harimau itu siap menerkamnya lalu mengoyak-ngoyak pemahamannya tentang kekhususan anak dengan memberinya informasi yang menyesatkan, kemudian merampas apa saja yang masih tersisa. Orang tua seringkali mendapatkan informasi bahwa gangguan yang ada pada anak dapat diobati, dapat dipulihkan, dapat dinormalkan, dan bahkan tak sungkan-sungkan mengatakan asalkan rajin dan telaten maka dapat bersekolah menjadi anak yang luar biasa cerdas. Siapa orang tua yang tak tergiur dengan info ini? Apapun, demi anak, akan dilakukannya. Dana keluarga, sumbangan saudara, bahkan menjual aset tanah dan rumah sekalipun akan digunakan. Tidak jarang memunculkan percekcokan dalam keluarga yang menyulut rusaknya ikatan perkawinan.

Inilah dunia kekhususan – yang seringkali orang tua anggota baru suatu Parents Support Groups disambut oleh anggota lama dengan sambutan: Welcome onboard!

Selanjutnya baca DISINI


....