Gifted-disinkroni

TENTANG ANAK GIFTED YANG MENGALAMI DISINKRONITAS PERKEMBANGAN - suatu kelompok gifted children - dan bukan merupakan kelompok autisme, ASD, Asperger Syndrome ataupun ADHD - namun anak-anak ini sering mengalami salah terdiagnosa menjadi kelompok anak autisme ringan, ASD, Asperger Syndrom ataupun ADHD

Sabtu, Mei 09, 2009

Enam Tipe anak gifted

Tipe anak gifted menurut Betts & Neihart (1988)


Tipe I (The Successful)
Dalam dunia pendidikan, menurut Betts & Neihart, anak-anak gifted yang teridentifikasi sebanyak 90 persen adalah dari kelompok tipe ini. Mereka adalah anak-anak yang mampu meraih prestasi yang sangat baik, dan dapat mengikuti sistem pendidikan konvensional dengan baik. Mereka mendengarkan dan mempelajari dengan baik apa yang dijarkan baik di sekolah maupun di rumah. Dalam berbagai tes atau ujian mereka juga dapat meraih skor yang tinggi, disamping itu mereka juga menunjukkan dorongan berprestasi dan bekerja yang tinggi. Tidak heran jika mereka dapat terpilih dan mendapatkan tempat dalam program pendidikan anak gifted.
Terhadapnya, lingkungan baik pihak sekolah maupun orang tua sangat percaya bahwa dirinya dapat meraih prestasi sebaik-baiknya. Ia sangat disenangi oleh sekolah, orang tua, dan diterima dengan baik oleh teman-teman sebayanya. Ia juga tidak mengalami masalah dalam pergaulan. Perkembangan sosial emosionalnya sangat baik.
Terhadap anak-anak ini pula, orang di sekitarnya tidak melihat apa kekurangannya. Namun sebetulnya ia kurang bisa belajar secara mandiri. Ia mendapatkan prestasi karena dukungan dan bimbingan. Bukan karena mengembangkan minatnya secara mandiri. Kelihatannya ia juga mempunyai konsep diri yang positip, sebagai bentukan karena ia mempunyai prestasi yang baik dan lingkungan yang dapat menerima dirinya dengan baik.
Mereka memang mampu menyabet nilai kompetensi yang tinggi saat di sekolah. Namun sebetulnya ia tidak bisa mengembangkan talentanya secara mandiri. Dengan kata lain ia kurang bisa mengembangkan talenta secara kreatif. Karena itu saat mana mereka berada di sekolah yang lebih tinggi, mereka mengalami kesulitan untuk mengembangkan dirinya. Anak-anak gifted yang mengalami kemerosotan prestasi di sekolah tinggi, umumnya adalah dari tipe I ini. Karena ia tak bisa mengembangkan kemampuan, konsep, dan sikapnya untuk kepentingan pendidikan seumur hidup (life long learning). Mereka memang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan tetapi kurang bisa menyiapkan diri untuk menghadapi tantangan perubahan hidup.

Tipe II (The Challanging)

Tipe II ini adalah tipe anak gifted yang sangat berbeda dengan tipe I. Biasanya kelompok anak gifted tipe ini tidak teridentifikasi oleh pihak sekolah, karena ia tidak menunjukkan prestasi yang baik. Bahkan seringkali spontanitasnya dianggap sebagai mengacau, dan sering mendebat guru. Sering mengalami konflik baik di rumah maupun di sekolah. Anak-anak kelompok ini umumnya mempunyai kemampuan kreativitas yang tinggi, namun tidak belajar bagaimana untuk memanfaatkan kebolehannya. Anak kelompok ini lebih banyak frustrasi karena sistem pendidikan justru tidak dapat memberikan perhatian pada kemampuan dan talentanya. Ia harus berjuang dengan kekuatannya sendiri.
Kelompok gifted tipe ini adalah kelompok anak yang mempunyai resiko tinggi – karena sering luput dari perhatian, tidak ditangani dengan baik – berakibat pada putus sekolah, perilaku bermasalah dan masuk ke dalam sirkuit kenakalan remaja dan penyalah gunaan obat terlarang.

Tipe III (The Underground)

Kelompok ini merupakan kelompok yang menyembunyikan talentanya. Umumnya terjadi pada kelompok gifted perempuan di usia sekolah lanjutan pertama. Maksudnya agar dapat diterima oleh teman-teman sebayanya yang bukan gifted. Jika terjadi pada anak laki, akan terjadi pada tingkatan sekolah lanjutan yang lebih tinggi daripada anak perempuan. Biasanya terjadi karena merespon tekanan teman-temannya. Semula anak-anak yang mempunyai semangat dan cita-cita tinggi ini tiba-tiba berubah drastis, dan mulai menolak mengakui talentanya sendiri.
Anak-anak ini biasanya seringkali menjadi anak yang merasa tidak nyaman, merasa tidak aman, dan merasa cemas. Sementara teman sebayanya yang bukan gifted menekannya agar ia mampu menyesuaikan diri, tetapi guru dan orang tuanya menekan agar kembali meraih prestasi. Situasi ini menyebabkan konflik baginya, terutama jika ditekan oleh guru dan orang tua yang menuntutnya agar kembali menekuni pelajaran dan meraih kembali prestasinya, terserah bagaimana perasaan dan emosi si anak.
Jika kondisi anak menjadi seperti ini, maka tindakan yang harus dilakukan adalah, jangan dahulu memasukkannya ke dalam program gifted atau ke dalam kelas khusus gifted, tetapi ajak ia agar melakukan eksplor bidang apa yang dirasanya menyenangkan, dan ajak dirinya agar melihat tujuan jangka panjang. Bagaimana masa depannya.

Tipe IV (The Dropouts)

Anak-anak gifted kelompok ini, sekalipun sebetulnya mempunyai potensi yang tinggi, namun ia tidak mendapatkan dukungan dari sekolah, dan tidak berprestasi. Sistem pendidikan tidak memberinya dukungan untuk mengembangkan talentanya, yang menyebabkannya kefrustrasian dan pada akhirnya membawanya pada penarikan diri dan kondisi depresi.
Kelompok gifted tipe ini adalah anak-anak gifted yang merupakan tipe II (The Challanging) yang tidak mendapatkan perhatian dan penanganan dengan baik, dan berlanjut pada kefrustrasian dan depresi. Sering terjadi saat anak-anak ini duduk di sekolah lanjutan. Namun sebenarnya masalahnya sudah berawal sejak ia berada di sekolah dasar. Drop out bukan saja dalam bentuk prestasi sekolah, secara fisik, namun juga ia dapat drop out secara mental, dan emosional.
Kelompok tipe ini umumnya adalah anak-anak gifted yang memang sangat terlambat teridentifikasi. Biasanya saat masih di sekolah dasar ia tidak terdeteksi sebagai anak gifted, karena memang ia adalah kelompok the late bloomer. Anak-anak ini akhirnya mempunyai dorongan internal yang sangat lemah. Ia juga tidak cocok dengan sistem pendidikan konvensional. Ia membutuhkan kerjasama dengan yang baik dengan orang-orang dewasa yang memang dipercayainya. Orang tua juga memerlukan bimbingan khusus agar dapat menghadapinya dengan baik. Kepada si anak perlu dilakukan berbagai tes untuk melihat di bagian apa kekuatannya.

Tipe V (The Double Labeled)

Kelompok anak gifted tipe ini adalah mereka yang mempunyai gangguan secara fisik, secara emosional, ataupun yang mengalami gangguan belajar (Learning Disabilities). Anak-anak ini memang membutuhkan program pendidikan khusus atau modifikasi program yang sesuai dengan kondisinya.
Seringkali ia tidak menunjukkan prestasi sebagaimana anak gifted, karenanya mereka lebih sering tidak teridentifikasi sebagai anak gifted. Tulisan tangannya jelek (karena motorik halusnya kurang baik), atau perilakunya yang kacau sehingga tidak dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik. Anak-anak ini juga seringkali kesulitan menyelesaikan tugas-tugasnya karena ketidakbisaannya sebagai akibat gangguannya yang memang kasat mata. Sehingga pihak sekolah juga tidak melihat gangguannya berada dimana. Apabila berlanjut terus menerus, hal itu hanya akan memunculkan kefrustrasian, merasa tidak dihargai, tak dibantu, dan merasa terasing.
Si anak juga tidak mengakui bahwa ia sesungguhnya mempunyai kesulitan yang spesifik, atau khusus, yang datangnya dari dirinya sendiri. Karena ia memang tidak mengetahui dimana kesalahannya. Namun ia selalu menuding bahwa pelajarannyalah yang membosankan, atau pelajarannya “goblok”. Mereka juga pandai menutupi kekurangannya dengan cara-cara yang pintar, karena mereka memang cerdas.
Pihak sekolah juga tidak mengakui bahwa sesungguhnya ia anak yang luar biasa cerdas, karena prestasinya memang tidak ada, bahkan sering selalu dibantu, atau memerlukan bantuan remedial teaching. Karena tidak teridentifikasi, pihak sekolah hanya melihat dan menangani kekurangannya saja, sehingga faktor kuatnya tidak termanfaatkan.

Tipe VI (The Outonomous Learner)

Kelompok gifted tipe VI ini adalah kelompok anak gifted yang sangat mandiri dan mempunyai jiwa kepemimpinan yang besar. Ia dapat mengembangkan diri secara kreatif, dan mampu memanfaatkan segala sesuatu yang ditawarkan dalam pendidikan. Apa yang didapatkan dari sekolah dapat ia kembangkan sendiri sebagai sesuatu yang baru. Ia tak tergantung oleh orang lain, dan sangat independen. Ia dapat menentukan sendiri apa yang ingin dicapainya. Ia berani mengambil risiko, karena ia mengenal sekali kekuatan dirinya. Ia juga mempunyai konsep diri yang sangat positip, karena ia bisa mendapatkan apa yang menjadi idam-idamannya. Ia juga mampu mengekspresikan perasaan, tujuan, dan cita-citanya dengan baik, dan bebas. Ia sangat disayangi oleh lingkungan dan mendapatkan dukungan yang positip. Biasanya ia terpilih menjadi pemimpin dalam kelompoknya, baik di sekolah maupun di masyarakat.


....