Gifted-disinkroni

TENTANG ANAK GIFTED YANG MENGALAMI DISINKRONITAS PERKEMBANGAN - suatu kelompok gifted children - dan bukan merupakan kelompok autisme, ASD, Asperger Syndrome ataupun ADHD - namun anak-anak ini sering mengalami salah terdiagnosa menjadi kelompok anak autisme ringan, ASD, Asperger Syndrom ataupun ADHD

Jumat, September 10, 2004


Deteksi anak berbakat bergangguan belajar

Tak perlu pencitraan otak

Julia Maria van Tiel & Waldi Nurhamzah


Sebagai pembina kelompok diskusi elektronik orang tua anak berbakat yang mengalami perkembangan tidak harmonis (terbanyak adalah terlambat perkembangan bicara dan bahasa), yang kemudian sering disebut anak berbakat dengan gangguan belajar (gifted children with learning disabilities), kami sering sekali mendapatkan laporan bahwa anak-anak anggota kelompok kami terdiagnosis autisme ringan, mempunyai featrures autistik, ataupun autisme spectrum disorder (ASD) dan oleh dokter dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan otak seperti CT scan dan MRI. Hasil dari pemeriksaan ini selalu saja menunjukkan tidak terdapat gambaran yang mampu mendukung dugaan diagnosis. Terlebih lagi setelah anak-anak itu meliwati masa balitanya, umumnya keluar dari berbagai kriteria autisme dan tidak bisa lagi disebut sebagai penyandang autisme. Sementara itu apa yang disebut autisme adalah kelainan yang merupakan gangguan fungsi komunikasi, emosi, dan sosial seumur hidup. Jelas anak-anak ini telah mengalami overdiagnosis dan pemeriksaan yang berlebihan yang sebetulnya tidak diperlukan

Anak-anak yang kami maksud di sini seringkali masa balitanya menunjukkan gejala perilaku bermasalah, ketertinggalan perkembangan bahasa dan bicara, serta bergangguan emosi yang seringkali gejala yang ditampilkan cocok dengan kriteria penyandang autisme, namun banyak hal yang membedakannya dengan yang memang benar-benar penyandang autisme.

Ketika seseorang dianggap mengalami gangguan tingkah laku, dokter dapat mengalami keragu-raguan menentukan diagnosisnya, terutama bila gejala dan tanda yang ditampilkan pasien tidak terlalu jelas untuknya. Dengan kesabaran dan kompetensi yang dimiliki serta mendengar dengan seksama sejarah tentang penyakit dan pola tingkah laku yang dianggap tidak normal itu mestinya dokter bisa menjuruskan ke mana akhir arah penyakit itu. Bila dokter masih ragu dan tidak tahu akan berjalan ke mana, pemeriksaan penunjang sangat mungkin perlu dilakukan.

Dalam ilmu kedokteran daftar jenis pemeriksaan penunjang ini berbeda antara satu penyakit dengan lainnya. Penyakit demam berdarah dengue misalnya, memerlukan pemeriksaan darah untuk memantau perjalanan penyakitnya. Penyakit ayan memerlukan pemeriksaan EEG, kelainan jantung bawaan memerlukan pemeriksaan ekokardiografi, infeksi saluran kemih memerlukan pembiakan air kemih.
Pemeriksaan radiografi (pencitraan) merupakan salah satu pemeriksaan penunjang. Disebut sebagai radiografi, karena menggunakan sinar radiasi (pengion). Dengan makin majunya fasilitas ini, terutama di kota besar, pemeriksaan radiografi akhirnya juga mencakup pemeriksaan yang tidak menggunakan radiasi pengion, sehingga di beberapa pusat institusi pemeriksaanradiografi kemudian diubah namanya sebagai pemeriksaan pencitraan (imaging). Dua pemeriksaan pencitraan bebas-radiasi yang makin marak dikenal adalah US (ultrasonografi) dan MRI (magnetic resonance imaging) atau MRA (MRI yang menggunakan zat kontras).

Pemeriksaan dengan radiasi pengion yang makin sering dilakukan akhir-akhir ini adalah Computerized Tomography (CT). Di masyarakat CT lebih dikenal daripada MRI sebab lebih banyak tersedia dan biaya pemeriksaannya lebih murah –lagipula pemeriksaan yang memerlukan CT relatif lebih banyak daripada MRI. Banyak keadaan atau penyakit akut yang sangat memerlukan pemeriksaan radiografi, misalnya trauma kepala, stroke, patah tulang, tumor.

Untuk melihat isi kepala pemeriksaan pencitraan yang terpopular adalah CT (kecuali pada bayi yang ubun-ubunnya belum menutup). Pemeriksaan foto kepala dengan cara konvensional (foto biasa) tidak bisa memberikan informasi bermutu untuk melihat struktur jaringan otak, tetapi lebih pada struktur tulangnya. Dengan ditemukannya CT struktur otak terlihat jelas tetapi informasi yang didapat juga terbatas. Otak hanya terlihat secara garis besar dan tidak merupakan pemeriksaan yang dapat menampilkan struktur perbedaan (diferensiasi) jaringan secara rinci. Bahkan hasil pemeriksaan ini juga tergantung pula dari alat yang digunakan, seperti juga yang terjadi bila memotret suatu obyek dengan dua tustel yang beda kualitasnya. Di klinik atau rumah sakit di Indonesia alat CT yang digunakan ada yang sudah tua, ada pula yang baru. Ada yang canggih, ada yang sebaliknya. Dengan demikian gambar yang diperoleh pun bisa berbagai rupa mutunya.
Pemeriksaan dengan CT scan menggunakan sinar radiasi pengion, bukan dengan sinar blitz atau lampu studio seperti yang ada di pasar atau mal. Rentetan sinar radiasi dipancarkan dalam satuan waktu untuk memindai (scan) kepala (beserta isinya) kemudian diproses komputer untuk mendapatkan gambar (citra/image). Lepas dari citra yang didapat, sesungguhnya penggunaan radiasi sangat amat dibatasi. Radiasi tidak diberikan tanpa alasan, bahkan setiap penggunaan radiasi harus selalu diperhatikan aspek untung rugi. Bila tidak terdapat keuntungan penggunaan radiasi dalam mengeksplorasi penyakit seseorang, maka radiasi menjadi larangan. Baru-baru ini periset di Swedia dalam publikasinya di British Medical Journal mengungkapkan dalam bahwa pemeriksaan CT pada anak-anak kecil diduga berperan dalam perubahan tingkah laku di masa-masa berikutnya.

Karena CT hanya akan memperlihatkan kemungkinan adanya gangguan struktur otak yang kasat mata, maka perubahan yang halus dalam jaringan sulit diidentifikasi. Bahkan struktur otak di daerah batang otak dan belakang kepala tidak begitu bagus visualisasinya akibat ketebalan dinding tulang yang meliputinya. Perubahan-perubahan yang mencolok (mata) akan mudah terdeteksi, seperti perdarahan atau gangguan pertumbuhan jaringan otak, tetapi tidak bila perubahan itu sangat halus.
MRI adalah pilihan untuk pemeriksaan penunjang untuk melihat berbagai struktur otak yang halus dan tidak mudah kasat mata. Berbeda dengan CT yang menggunakan radiasi pengion, MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan kekuatan medan magnetik yang amat besar, sekitar 10.000 kali medan magnetik bumi. Sebagian kecil proton hidrogen dalam tubuh akan menyelaraskan diri dengan medan magnetik ini. Bila pulsa radio gelombang pendek difokuskan ke lokasi hidrogen yang terselaraskan ini maka gelombang itu akan dipantulkan dengan karakteristik yang dapat direkam komputer dalam bentuk citra. Sayangnya pemeriksaan ini makan waktu cukup lama dan peralatan yang digunakan (terowongan pemeriksaan) mengecutkan hati, sehingga pemeriksaan untuk anak-anak penggunaan sedasi (obat tidur) mutlak diperlukan agar anak tenang/tertidur selama pemeriksaan berlangsung. Kegaduhan ketika proses pemindaian berlangsung juga dapat mencemaskan pasien yang sedang diperiksa kalau ia terjaga. Sampai saat ini tidak tercatat efek samping penggunaan MRI pada manusia.



CT-MRI.JPG
Originally uploaded by segaintil.

Dua gambar yang terserta di sini adalah contoh bagaimana beda hasil yang dibuat dengan CT dan MRI. Gambar A adalah penampang otak normal yang dibuat dengan alat CT. Tampak potongan batok kepala sebagai lingkaran putih dengan jaringan otak di dalamnya. Gambar B merupakan penampang otak pula tetapi dibuat dengan MRI. Terlihat bahwa struktur otak yang ditampilkan B (MRI) lebih jelas daripada A (CT). Variasi jaringan otak pada gambar B terlihat lebih rinci daripada gambar A. Inilah sebabnya mengapa MRI dianggap merupakan pemeriksaan jaringan lunak yang paling superior saat ini, khususnya untuk jaringan saraf. Kelainan yang tak terlihat pada gambar CT dapat terlihat pada MRI, bahkan pemeriksaan MRI dapat melakukan potongan-potongan gambar/citra yang lebih bervariasi daripada CT.
Dalam kelainan perilaku yang tidak dapat dikategorikan atau disempitkan kemungkinan diagnosisnya oleh dokter yang memeriksanya (karena kompetensinya yang kurang), pemeriksaan penunjang yang diperlukan bisa meluas ke mana-mana, karena dokter mungkin (masih) berharap ada kelainan fisik yang mendasari kelainan tersebut. Kepanikan dokter terhadap tidak jelasnya kasus yang dihadapi membuat dokter bisa melakukan pemeriksaan penunjang yang hantam kromo. Campur tangan pihak ketiga dapat mempengaruhi dokter untuk menunjuk pemeriksaan tertentu yang tidak perlu.

Di rumah sakit pendidikan atau akademik kadangkala pemeriksaan tambahan (yang mungkin belum diketahui lengkap manfaatnya) dilakukan sebagai bagian dari program penelitian penyakit tertentu. Selain adanya latar belakang institusional (penelitian dalam konteks akademik), sangat mungkin pada kasus yang dianggap menarik, dokter (secara pribadi) juga ingin mengeksplorasi lebih jauh hal-hal yang belum diketahuinya sebagai pelampiasan keingintahuan-ilmiahnya dan mungkin meminta pemeriksaan tertentu (yang belum/tidak lazim) kepada pasiennya.

Untuk kasus yang jarang dijumpainya dalam praktek klinik sehari-hari (seperti kasus gifted child, misalnya), dokter wajib kembali membuka buku atau menelusuri kepustakaan untuk menyegarkan kembali ingatannya atau bahkan mendapatkan informasi terkini tentang pemeriksaan yang (sebenarnya) diperlukan untuk menjaring kasus jarang tersebut, sehingga tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang yang mubazir.
Seyogyanya bila akan dilakukan pemeriksaan penunjang berbagai jenis, khususnya bila mahal dan sulit dilakukan (seperti CT, MRI), pasien harus mendapat penjelasan lengkap tentang kegunaan pemeriksaan tersebut. Dalam kasus yang bertujuan untuk penelitian (pribadi maupun institusional) bahkan selain pasien harus mengisi inform consent (lembar persetujuan), pasien seyogyanya dibebaskan dari biaya pemeriksaan tersebut.

Guna menghindari adanya overdiagnosis, serta pemeriksaan penunjang dan anjuran terapi yang berlebihan, yang disebabkan karena ilmu anak berbakat yang mengalami perkembangan tidak harmonis ini belum populer di Indonesia baik di kalangan dokter, psikolog, dan guru, maka di bawah ini ada beberapa ciri-ciri yang dapat dijadikan pegangan para orang tua yang mempunyai anak balita seperti yang dimaksud di atas. Bila mempunyai ciri-ciri seperti di bawah ini, segeralah meminta nasihat dan diagnosis formal kepada psikolog yang memang ahli anak berbakat di pusat-pusat pengembangan keberbakatan Fakultas Psikologi dan pemantauan oleh dokter anak tumbuh kembang, apabila dibutuhkan karena terjadi kemerosotan perkembangan emosi bisa mencari bantuan pada psikiater.

Ciri-ciri itu sebagai berikut:
- Dalam pemeriksaan dengan tes IQ menunjukkan adanya profil yang tidak harmonis, umumnya mempunyai skor tinggi pada subtes performal, dan rendah pada subtes verbal, dengan kekhususan tinggi pada tes Block Design dan Similarities, namun rendah pada tes Coding, Arithmatic, dan Digit span.
- Di bawah usia lima tahun umumnya mempunyai riwayat penyakit karena alergi : infeksi telinga kelanjutan dari pilek yang terus-menerus, sinusitis, asma, tonsilitis, dan gatal-gatal.
- Seolah tuli di masa kecilnya, kurang merespon jika dipanggil dan sering tidak mempertahankan kontak mata.
- Mengalami gangguan proses informasi melalui telinga (Centrum Auditory Processing Disorder)
- Seolah terfiksasi pada satu perhatian dan juga seolah perhatiannya kemana-mana, serta sangat mudah beralih perhatian terhadap adanya bunyian dan gerak.
- Kesulitan memprioritaskan perhatian.
- Selalu mencoba-coba sebagai upaya trial and error yang sering salah terinterpretasi sebagai perilaku repetitif pada kasus autisme.
- Lebih dini mampu berhitung dan membaca (tanpa diajari) dengan cara mengotak-atik logo. Hapal berbagai macam logo, merek-merek mobil, tertarik peta jalan-jalan dan negara-negara di dunia, serta berbagai planet.
- Tidak mau menyelesaikan tugas-tugas sekolah
- Kesulitan dalam pelajaran hapalan, kesulitan awal pelajaran membaca, mengeja, dan pelajaran dikte.
- Mempunyai kosakata yang khas dan mempunyai kebiasaan berbicara dengan cara menjelaskan bentuk, besar, tempat, warna terhadap barang yang dimaksud (akibat karakteristik visual thinker yang dimilikinya)
- Kesulitan berhitung perkalian dalam bentuk hapalan.
- Mempunyai motorik halus yang lemah dan tulisan tangan yang jelek, serta kesulitan memegang pinsil dengan baik
- Mempunyai perkembangan sensor raba yang berlebihan sehingga jijik dengan barang yang lengket, lembek, baju basah, kancing baju, resluiting, merek baju, dan tidak mau mengerjakan pelajaran menempel dan mewarnai dengan cat air.
- Sulit diajari makan dengan baik karena kordinasi tangan kiri dan kanan tidak baik.
- Senang akan tugas-tugas yang kompleks, cepat bosan pada tugas yang tak menantang dan sederhana.
- Sangat kreatif.
- Keras kepala, perfeksionis, dengan keinginan besar yang tak tergoyahkan, semaunya sendiri.
- Banyak gerak, mempunyai energi yang luar biasa, dengan motorik kasar yang sangat baik, mempunyai sedikit kebutuhan tidur, dan tidak bisa duduk diam.
- Mempunyai instink yang kuat dan sangat sensitif.
- Mempunyai ingatan yang sangat kuat ditandai dengan sangat ingat jalan-jalan sekalipun baru satu kali dilalui, dan marah jika melewati jalan lain, atau ada barang yang dipindah.
- Menyukai musik/seni
- Humoris.

Sebagai orang tua hendaknya tak perlu malu jika harus mencari tahu apakah anaknya memang anak berbakat, karena hingga kini membicarakan anak berbakat agaknya masih merupakan hal yang tabu, sehingga tidak jarang terhadap mereka yang sibuk mencari tahu apakah anak berbakat akan mendapat cemohan dari lingkungan. Namun perlu diingat bahwa jika benar anak tersebut anak berbakat, maka orang tua dan guru harus segera mengambil strategi pendidikan dan bimbingan yang cocok baginya, guna mengeliminasi kekurangannya, mengatasi masalah yang dimilikinya, sekaligus mengaktualisasikan potensinya untuk menghindari berbagai masalah yang sangat mungkin bisa terjadi yang akan lebih memperparah perkembangan selanjutnya. .

Julia Maria van Tiel & Waldi Nurhamzah kelompok diskusi orang tua anak berbakat

Catatan: Waldi Nurhamzah adalah dokter anak.

....