Tinggalkan teori keberbakatan Renzulli
Deteksi anak gifted, tinggalkan Teori Renzulli.
Siapa orang tua yang berani menyangka jika bayi yang dilahirkan akan menjadi anak gifted? Tidak ada. Bagi kita di Indonesia, hingga saat ini apa yang dapat dikatakan sebagai anak gifted (berbakat/luar biasa) bila sudah mampu mengantungi prestasi luar biasa, ber IQ tinggi di atas rata-rata. Tetapi sayangnya IQ baru dapat dipercaya jika anak itu sudah berusia di atas 6 tahun. Disinilah krusialnya. Akhirnya yang terjadi anak itu saat masih balita sering terdiagnosa mempunyai gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif, atau bahkan jika terlambat bicara selalu saja terdiagnosa sebagai autisme.
Pada anak terlambat bicara, karena dokter anak melihat bahwa ia mempunyai prognosa yang baik, dokter anak selalu mengatakan, ah tidak apa-apa – nanti juga bisa bicara dengan baik, dia bukan autisme hanya terlambat bicara saja. Stimulasi bicara saja dikit-dikit. Tapi saat anak ini petakilan – hiperaktif di sekolah, gurunya pusing. Apalagi waktu disuruh menggambar dan membuat pekerjaan tangan seperti menggunting, menempel, dan sebagainya, ia tidak mau mengerjakan. Ia jijik dengan lem, karena sensor rabanya berkembang terlalu sensitif. Ia tidak mau menggambar karena motorik halusnya masih jelek, padahal ia perfeksionis. Akibatnya gurunya mengeluh (karena tidak tahu bahwa tumbuh kembang anak gifted demikian), dan seringkali anak itu diancam untuk dikeluarkan. Karena mengalami kesulitan di sekolah, orang tuanya bertanya kian kemari, masuklah ke ruang dokter yang mendengar kisah itu langsung menempelkan beragam diagnosa itu.
Jelas saja, pastinya begitu, ditempel beragam diagnosa itu, sebab hingga saat ini personalitas apalagi bagaimana tumbuh kembang anak gifted di Indonesia masih belum dipahami secara luas. Apalagi mendeteksinya saat masih balita. Karena kembali lagi, ke pemahaman gifted di Indonesia masih menggunakan teori KUNO, yaitu teori Renzulli yang mengatakan bahwa yang disebut anak-anak gifted (berbakat) adalah anak-anak yang mempunyai IQ di atas rata-rata, motivasi dan task commitment yang tinggi, serta kreativitas. Jadi yang diubek-ubek hanya sinyal keberbakatannya belaka. Jika tidak ber IQ tinggi, maka belum bisa disebut sebagai anak gifted, padahal kalau terlambat bicara jelas akan terjadi descrepansi profil verbal IQ dan performance IQ, lalu oleh psikolognya sering dirata-ratakan, jadilah skornya masih untung kalau terhitung normal, seringkali di bawah normal, jadi oleh dokter malah ditambahi diagnosa lain, brain injury.
Sedang sinyal personalitas dan sinyal tumbuh kembangnya tidak pernah dibicarakan apalagi digunakan untuk membantu melakukan deteksi dini sebelum anak itu mampu dilakukan tes IQ. Sementara itu, hanya dengan teori Renzulli tidak mampu menjangkau sinyal personalitas dan sinyal tumbuh kembang, terlebih pada anak-anak balita.
Karena itu tinggalkan Renzulli, gunakan konsep keberbakatan yang lebih baru, yang lebih multidimensional dan dinamis yang mampu bukan hanya menjangkau konsep gifted dari perkembangan kognitifnya, tetapi juga bagaimana lingkungan menghadapinya, personalitasnya, dan tumbuh kembangnya.
<< Beranda