Gifted-disinkroni

TENTANG ANAK GIFTED YANG MENGALAMI DISINKRONITAS PERKEMBANGAN - suatu kelompok gifted children - dan bukan merupakan kelompok autisme, ASD, Asperger Syndrome ataupun ADHD - namun anak-anak ini sering mengalami salah terdiagnosa menjadi kelompok anak autisme ringan, ASD, Asperger Syndrom ataupun ADHD

Senin, Januari 06, 2014

Loncatan Perkembangan Anak Jenius Luput Dari Perhatian

Tahukah anda jika sebetulnya seorang anak jenius  (gifted) mempunyai pola perkembangan yang berbeda dengan anak normal ? Yaitu mempunyai loncatan perkembangan dengan skala besar, waktunya singkat (lebih cepat), dan tidak sinkron. 

Pasti orang kurang mengetahui pola perkembangan ini, karena memang sering tidak dibicarakan dalam deteksi perkembangan anak. Mulanya dahulu, sekalipun anak-anak ini mendapatkan pemeriksaan tumbuh kembang yang baik secara berkala, tetapi tidak pernah sinyal2 loncatan perkembangan ini diperhatikan. Sampai suatu saat si anak mengalami masalah karena pola perkembangannya itu, ia kemudian dimasukkan ke dalam diagnose MBD (Minor Brain Damage) dan masuk ke dalam institusi penyantunan anak-anak nakal, dididik sebagai anak dengan dengan IQ rendah, dan mendapatkan program-program revalidasi. Tetapi masalahnya tidak pernah bisa diatasi. Sampai pada suatu saat  di tahun 1970-an seorang guru SLB di Belanda mengirim seorang anak murid  ke seorang psikolog perkembangan dan pendidikan JF Mönks di Universitas Nijmegen- Belanda untuk diperiksa perkembangan inteligensinya. Dikirim kesini karena si guru melihat anak ini nampaknya pandai tetapi sulit tidak dapat diajari dan perilakunya menjadi sulit dikendalikan sebagai anak normal.  Ternyata anak itu mempunyai IQ yang luar biasa tinggi.


Kasus ini menarik perhatian JF Mönks, ia  bersama stafnya kemudian melakukan penelitian besar-besaran secara intensif ke sekolah-sekolah luar biasa dan institusi anak-anak bermasalah, serta sekolah-sekolah umum. Pekerjaannya memakan waktu hingga 15 tahun untuk mematahkan teori tentang keberbakatan atau giftedness yang pada waktu itu diakui. Teori yang dipakai pada waktu itu yaitu teori Tiga Cincin dari Renzulli yang membatasi bahwa seorang anak gifted adalah anak yang mempunyai IQ tinggi, kreatif, dan mempunyai komitmen tinggi pada tugasnya.
Ciri-ciri anak yang disebut anak gifted adalah anak yang seperti Renzulli cirikan, yaitu anak-anak yang berprestasi tinggi.
Teori Renzulli diperbaiki oleh Mönks menjadi Triadik Renzulli Mönks yaitu dengan tambahan, apabila anak gifted itu tidak mendapatkan dukungan dari lingkungan, yaitu sekolah, keluarga, dan tempat dimana ia tinggal, maka si anak tidak akan dapat mengaktualisasikan giftedness nya. Dengan teori ini yang kemudian diaplikasikan di sekitar tahun 1990-an nampak bahwa setengah dari populasi anak gifted memang tidak berprestasi, mereka underachiever.
Tetapi masalah underachiever selalu menjadi pertanyaan para ahli-ahli gifted, mengapa bisa terjadi demikian? Salah satu yang berhasil menunjukkan masalahnya berada dimana adalah Kürt Heller dari Jerman, yang membeberkan dengan modelnya yaitu Munich Model dari Kurt Heller. Model ini diterima tahun 2005 dalam Kongres para ahli gifted tahun 2005. Ia bisa memperluas temuan Mönks yang sudah mengidentifikasi masalahnya ada pada lingkungan, sedang Heller mengidentifikasi ada pada masalah individu yaitu pada faktor psikologi non kognitif seperti masalah emosi, motivasi, kemampuan adaptasi dsb. Dan juga faktor pola potensi khusus yang dimiliki anak.

Sudah sebegitu jauh perhatian para ahli, tetapi para ahli masih belum bisa melihat penyebabnya mengapa si anak menjadi seorang anak gifted “bermasalah”, walau sudah diketahui bahwa masalah giftedness adalah masalah genetik. Dengan penelitian antropogenetik sudah diketahui bahwa anak kembar identik mempunyai kans jauh lebih besar menjadi sama-sama gifted daripada yang non-identik.

Kesalahan diagnose masal dan global

Yang menjadikan lebih pusingnya  kepala para ahli ini sejak diluncurkannya kriteria diagnose dan statistik gangguan mental DSM IV tahun 1994 dan dipakai oleh bidang psikiatri dan psikologi klinik di seluruh dunia. Sebab ditemukan banyak dari anak-anak gifted itu yang justru terjaring masuk ke dalam menu-menu diagnose mental disorder dan gangguan perkembangan, seperti autism (yang paling banyak), disusul dengan ADHD, schizophrenia, obsessive compulsive disorder, sleep disorder, dan seterusnya. Kesalahan diagnose ini sudah menimpa anak-anak dan dewasa gifted. James T Webb sebagai presiden dari asosiasi psikologi Amerika bersama timnya melakukan kampanye agar musibah global dan massal ini tidak semakin parah.

Stanley Greenspan seorang psikiater yang bekerja sebagai kepala institusi autism di Wachington DC  juga mendapatkan pasien-pasiennya yang cocok dengan kriteria autism ternyata bukan autism. Ia mengajukan usul jangan menggunakan krteria diagnose autism  untuk anak di bawah usia tiga tahun. Sebab banyak justru di atas tiga tahun anak-anak itu mengalami perubahan dan keluar dari kriteria.
Salah seorang yang mempunyai jasa luar biasa dalam mengentaskan masalah ini adalah Linda Kreger Silverman seorang direktur gifted center dari Kolorado – Amerika. Ia dapat menunjukkan pola perkembangan klien-kliennya dari hasil penelitiannya selama 40 tahun bekerja sebagai psikolog. Dengan dukungan teori-teori terdahulu seperti The Positive Disintegrative dari Kazimierz Dabrowski seorang psikkiater  Polandia yang menjelaskan tentang overexcitability perkembangan individu gifted pada pasien-pasiennya, juga teori tentang disinkronitas perkembangan dari Jean Charles Terrasier psikolog ahli gifted Perancis. 

 Dengan tak lelah-lelahnya Linda Silverman  melakukan pendekatan kesana-sini untuk menunjukkan bahwa pola tumbuh kembang anak-anak gifted itu tidak sinkron. Akhirnya dengan berbagai dukungan penelitian2 lain yang sudah dilaksanakan dalam masalah ketidak sinkronan perkembangan itu, kini dibentuklah visi baru terhadap anak gifted. Bahwa pendeteksian anak gifted perlu mempertimbangan pola perkembangannya, yaitu asynchronous development. Teori ini populer sejak di atas tahun 2000-an.  Dengan begitu pengidentifikasian anak gifted bukan hanya melalui pola perrkembangan inteligensinya saja yang khas itu, tetapi juga mempertimbangkan pola perkembangannya yang memang khusus. Disinilah dibutuhkan peran serta kelompok dokter tumbuh kembang yang memeriksa anak-anak ini sejak bayi secara berkala.

Di Negara-negara Eropa tentang asynchronous development ini sebetulnya sudah banyak dibahas namun sayangnya masih dalam Bahasa-bahasa Eropa belum dalam Bahasa Inggris. Sejak tahun 1995 bidang psikologi dan pendidikan di Belanda sudah memberikan isyarat bahwa anak-anak balita gifted itu harus sudah bisa dideteksi melalui pola tumbuh kembangnya yang disebut sebagai kinderen met ontwikkeling voorsprong atau anak-anak yang mempunyai lompatan perkembangan.

Pola perkembangan gifted masuk ke pemantauan tumbuh kembang
Dengan banyaknya kasus kesalahan-kesalahan diagnosa, sekitar tahun 2002 masuklah pola perkembangan anak gifted ini ke dalam status pemeriksaan berkala tumbuh kembang anak Belanda yang disebut Van Wiechemontwikkeling status. Status ini dikembangkan oleh seorang dokter anak tumbuh kembang bernama Van Wiechem dan usulan dimasukkannya pola perkembangan anak gifted datang dari kelompok ahli-ahli anak gifted Belanda yang tergabung dalam Stichting LICH Plato bekerjasama dengan asosiasi dokter tumbuh kembang anak atau consultatiebureau artsen. Domain tumbuh kembang yang diperhatikan adalah perkembangan motorik, sosial, kemandirian, emosi, kognitif, dan perkembangan bicara dan bahasa. Khusus perkembangan bicara dan bahasa, tidak lagi menjadi patokan prediksi sebagai gangguan kognisi atau masalah neurologis. Karena diketahui ternyata banyak dari anak-anak yang mengalami keterlambatan bicara tidak mengalami gangguan kognisi dan tidak ada tanda-tanda gangguan neurologis.
Dengan visi pemantauan tumbuh kembang yang baru ini  kini dipantau juga bukan hanya anak yang mengalami keterlambatan perkembangan bila dibandingkan milestonenya, tetapi juga anak yang mendahului perkembangan dari milstonenya. Apabila ditemukan  adanya lompatan perkembangan sekalipun tidak sinkron, maka si anak segera diberi bendera merah dan dikelompokkan sebagai anak berisiko (jongerisico kinderen) dan mendapatkan perhatian khusus. Sekalipun anak-anak ini dikelompokkan sebagai anak berkebutuhan khusus namun merupakan anak yang tidak dikelompokkan sebagai anak disorder. Ia merupakan anak yang tidak patologis, sekalipun mengalami keterlambatan bicara, untuk kemudian dirujuk kepada profesi psikolog dan orthopedagogi yang mendalami masalah ini.

Penelitian terus berlanjut

Dari sini kemudian banyak sekali penelitian di bidang-bidang lain terhadap anak-anak ini terutama anak yang  mengalami keterlambatan bicara. Misalnya saja kelompok ilmu patologi Bahasa, Dorothy Bishop dari UK yang secara intensif menjelaskan dari hasil-hasil penelitiannya bagaimana pola perkembangan alamiah anak-anak terlambat bicara. Atau de Jong dari Universiteit van Amsterdam yang keliling dunia menjelaskan permasalahan paada anak-anak ini.
Banyaknya kesalahan diagnose pada kelompok anak gifted menjadi autism bisa diatasi juga dengan membangun teori baru yang kini sudah dipakai untuk menjelaskan perilaku autism, yaitu teori contextblindness pada autism yang diprakarsai oleh Uta Frith dari Inggris dan disosialisasikan terus menerus oleh Peter Vermuelen seorang orthopedagog ahli autism dari Belgia. Dengan begitu dengan dukungan teori ini, maka kini bila ada anak-anak yang mempunyai symptom autism namun tidak mempunyai masalah pada kemampuan konteks, maka ia harus dikeluarkan dari kelompok autism. Dengan begitu anak-anak gifted yang beberapa symptom behaviournya mirip dengan autism ini bisa diselamatkan dari kesalahan diagnose. Anak gifted sering sekali teridentifikasi sebagai kelompok Asperger Syndrome yaitu kelompok autism yang memang mempunyai IQ tinggi.
Dengan masuknya pola tumbuh kembang anak gifted yang khusus ini dalam pemantauan tumbuh kembang anak, bukan saja si anak terbebas dari kesalahan diagnose, namun juga akan memberikan jalan bagi anak-anak ini untuk mendapatkan pola pengasuhan, penanganan, dan pendidikan yang sesuai dengan karakteristiknya. Diperkirakan dengan lebih baiknya pendeteksian dini anak-anak gifted, maka populasi anak gifted yang semula diperkirakan ada 2 persen, memang bisa lebih banyak dari itu.

Kecurigaan euphoria, nonsen
Tidak mudah untuk memahami masalah ini, karena tentang giftedness harus dijelaskan dengan begitu banyak keilmuan. Karena itu dibutuhkan kerjasama multidisplin untuk melakukan pendeteksiannya.
Lagipula masih banyak kesalahan pemahaman yang mempercayai bahwa semua anak dilahirkan gifted. Pemahaman ini sangat jauh dari pemahaman yang sudah dibangun melalui penelitian-penelitian ilmiah.

Begitu pula kekhawatiran dan kecurigaan terhadap orang tua yang ingin mendapatkan diagnose yang benar akan anaknya itu akan menjadikan orang tua terjebak dalam euphoria, adalah alasan yang sangat mustahil. Karena anak-anak gifted adalah anak-anak yang memprihatinkan semua pihak, baik orang tua, guru, maupun pihak-pihak lain yang bersangkutan. Masa kecilnya sulit diidentifikasi sebagai anak gifted, sulit diukur dengan tes IQ biasa dan baku, dan juga karena berbagai masalah tumbuh kembangnya menjadikan anak yang tidak mampu menunjukkan prestasinya. Ia underachiever bahkan anderachiever absolut yaitu berada jauh di bawah peraihan prestasi rata-rata seusianya atau prestasi yang tidak menentu dan deskrepansi yang tajam. Baik prestasi dalam kemandirian maupun prestasi di sekolahnya. Tidak heran jika kemudian anak-anak ini juga salah terinterpretasi. Yang sangat darurat diperlukan selain diagnose yang tepat juga bimbingan bagi orang tua dan guru agar dapat menanganinya sebaik-baiknya.

....