Bingung Bahasa Membuat Anakku Telat Bicara
Amanda.JPG
Originally uploaded by segaintil.
BINGUNG BAHASA MEMBUAT ANAKKU TELAT BICARA
Tabloid Nakita no 261 th V, 3 April 2004
Putri kami, Amanda Najla Krisnandya (4;9) mengalami keterbatasan verbal dan konsentrasi. Namun, lewat keterbatasannya kami belajar banyak tentang kehidupan, juga memahami makna sabar serta selalu berikhtiar dan berserah diri dalam kuasa-Nya. Berikut penuturan Hanni Darwanti (31), ibunda Amanda.
Dedeh Kurniasih. Foto: Ferdi/nakita
DIDUGA MELAKUKAN KEKERASAN
Putri sulung kami, Amanda, lahir normal di Jakarta, 13 April 1999. Kondisi dan tahap perkembangannya semasa bayi bisa dikatakan normal sesuai usia. Ia pun termasuk bayi riang, sangat aktif, dan mudah beradaptasi dengan lingkungan baru. Saat Amanda 1 tahun, suamiku Adam Armansyah (32) mendapat tugas studi di negeri sakura, Jepang. Enam bulan kemudian kami menyusul.
Apartemen kami di Jepang sangat sempit sehingga tak banyak ruang untuk bergerak. Bagi Amanda yang tengah menikmati masa eksplorasinya, keadaan demikian tentu membuatnya tidak nyaman. Tak jarang untuk meluapkan ekspresi kejengkelannya ia sampai berteriak-teriak. Karena dinding ruang apartemen kami tak kedap suara, lengkingan Amanda disalahtafsirkan para tetanga. Hingga suatu hari dinas sosial datang karena menerima pengaduan dugaan "child abuse" dari mereka.
Untunglah hal tersebut dapat terselesaikan dengan baik. Demi ketentraman dan kenyamanan lingkungan, aku harus dapat "mengendalikan" Amanda. Salah satu caranya mengakrabkan Amanda dengan video-video Sesame Street. Tontonan film itu bisa membuat Amanda duduk tenang atau setidaknya dia jadi lupa berteriak-teriak karena sibuk menirukan gerakan Elmo menari dan bernyanyi.
Sekitar satu setengah tahun di Jepang, bisa dikatakan aku tak memiliki pembanding dalam mengukur perkembangan Amanda. Hal paling menonjol pada Amanda adalah aktivitasnya yang tanpa henti. Persis gasing. Ia tak lelah berlari, melompat, menari dan bernyanyi. Jika Amanda tidur siang, meski hanya 1 jam, maka ia akan betah melek semalam suntuk. Segala cara sudah kami ciptakan agar Amanda dapat tertidur. Mematikan lampu, misalnya. Tapi akhirnya bukan dia yang mengantuk, karena justru kami yang terlelap. Amanda malah asyik bersenandung dan berceloteh sendiri sambil melompat-lompat di antara kami, di atas kasur.
Keaktifan Amanda dibarengi dengan rentang konsentrasinya yang singkat. Jika ingin bicara atau menarik perhatiannya, teve atau radio harus dimatikan. Di ruangan itu pun tidak boleh ada yang berbicara kecuali si pengajak bicara. Barulah Amanda dapat berkonsentrasi. Kosakatanya pun sangat minim. Bahasa yang ia gunakan lebih pada "bahasa planet" (bahasa yang tidak dimengerti, Red.). Namun kemampuan reseptifnya cukup baik. Jika diberi instruksi atau larangan, Amanda langsung paham. Kami tahu dari binar di matanya.
Saat berkumpul bersama keluarga-keluarga Indonesia yang memiliki balita di Jepang, ia memang tampak belum bisa berkomunikasi dengan temannya. Toh, kami tak terlalu curiga. Dalam benak kami, anak seusia Amanda memang belum bisa bersosialisasi dengan baik.
TELAT BICARA
Kami kembali ke Indonesia saat Amanda berumur 3 tahun. Di sinilah kami tersadar bahwa kemampuan verbal Amanda tertinggal dari anak sebayanya. Sempat ia kubawa untuk tempat terapi wicara tanpa berkonsultasi dulu dengan ahli. Ternyata bukan kemajuan yang didapat, Amanda malah trauma. Ia selalu takut saat ada orang yang memegang dagunya karena selama menjalani terapi, sang terapis akan mengangkat dagunya dengan kuat agar mendapat perhatian dari Amanda. Bukan hanya itu, saat di kendaraan, Amanda selalu berteriak-teriak ketakutan kala melihat jalan yang dikenalnya sebagai jalan menuju lokasi tempat terapi.
Orang-orang di sekitar kami memberikan "seribu" label gangguan perkembangan pada Amanda. Itulah yang memicu kami untuk mencari tahu kondisi Amanda sebenarnya. Segala cara kami tempuh termasuk browsing internet untuk mencari dokter anak yang bisa menjawab segala pertanyaan kami. Tak lupa, kami juga berkonsultasi dengan psikolog anak.
Melalui observasi dan diskusi cukup intensif dengan beberapa ahli, disimpulkan bahwa Amanda mengalami keterlambatan bicara. Penyebabnya kemungkinan adalah bingung bahasa. Di luar rumah ia mendengar orang menggunakan bahasa Jepang, sementara orang tuanya berbahasa Indonesia, sedangkan film yang ditontonnya berbahasa Inggris. Selain itu, keberadaannya bersamaku selama 24 jam menyebabkannya tak perlu susah-susah berkomunikasi verbal. Terlebih ruang tempat tinggal yang terbatas membuatnya tak pernah berada dalam kondisi untuk memanggil "Bapak" atau "Ibu" (pertama kali ia memanggilku "Ibu" di usia 3 tahun 2 bulan!).
Psikolog pun menambahkan, tempo bicaraku terlalu cepat bagi telinga Amanda, sehingga saat ia berusaha menyamai kecepatan bicaraku, terbentuklah "bahasa planet". Terapi terbaik bagi Amanda adalah perubahan gaya komunikasi kami di rumah. Tempo bicaraku harus lebih perlahan dan lebih artikulatif.
PERJUANGAN MENCARI "SEKOLAH"
Tak mudah mencari "sekolah" bagi anak yang dianggap memiliki kebutuhan khusus. Kebanyakan mempertanyakan beberapa keterbatasan Amanda. Seperti minimnya perbendaharaan kata yang dimiliki untuk anak seusianya, kemampuan konsentrasi yang rendah, dan kurangnya kemampuan merespons yang menunjukkan gejala sindroma autisme/ADHD. Bahkan ada sekolah yang menuntut pernyataan hitam di atas putih akan hasil tes perkembangan yang menyatakan Amanda cukup normal untuk bersekolah di taman bermain umum.
Tak terhitung berapa kali aku pulang berderai air mata setelah survei sekolah. Harapanku pihak sekolah dapat mendengarkanku. Ternyata pendapatku hanya dianggap sebagai pembelaan seorang ibu yang tak bisa menerima kenyataan anaknya mengalami gangguan perkembangan.
Akhirnya jerih payahku tak sia-sia karena Amanda dapat diterima di sebuah taman bermain yang akomodatif. Sayangnya, hanya 4 bulan ia di sana karena uang sekolahnya naik di luar batas kemampuan. Keputusan mengeluarkan Amanda cukup berat tapi kami harus realistis. Selang beberapa waktu, Amanda kembali diterima di taman bermain lain yang sama-sama menggunakan metode pendekatan semi individual. "Sekolah" ini percaya bahwa setiap anak unik dan masing-masing memiliki potensi kecerdasan dalam aspek yang berbeda.
Di sini keterbatasan Amanda dalam bidang verbal dan konsentrasi tak dianggap sebagai hambatan yang sifatnya permanen. Para guru mampu membesarkan hati dan menunjukkan bahwa Amanda memiliki potensi kecerdasan yang bisa dikembangkan dan membantu mengatasi keterbatasannya. Menurut mereka daya ingat Amanda sangat tajam, kemampuan membacanya besar, demikian pula minatnya dalam bermusik. Aku sendiri terkejut ketika suatu hari gurunya mengatakan Amanda sudah lancar membaca, bahkan untuk kalimat yang panjang dan ditulis tangan.
Jadi mungkin saja, selama ini Amanda bukannya tak mampu berkonsentrasi tapi karena ia tak berminat atau mungkin tak ada sesuatu yang menarik bagi dirinya. Oleh karena itu, untuk menyiasati dan mengembangkan kemampuan berkomunikasi serta berkonsentrasinya, berbagai cara ditempuh oleh para guru untuk membangkitkan minatnya.
IKUTI TIPS
Dari hobi menjelajah internet, kami pun mendapat banyak manfaat untuk kemajuan Amanda. Salah satunya adalah tips mengembangkan komunikasi verbal anak telat bicara. Kami mencoba melakukan saran yang diberikan di situ, seperti membuat buku berisi tempelan gambar/foto orang atau benda yang ada di kehidupan sehari-harinya.
Setiap hari, buku tersebut kami tunjukkan kepada Amanda sambil dibolak balik. Tak lupa kami mengucapkan nama benda/orang yang tertulis di samping gambar. Tanpa disadari cara ini membuat Amanda hafal kata-kata yang tertulis sebagai suatu bentuk pola. Berarti secara tidak langsung, ia bisa membaca meski belum bisa mengeja. Kami juga menerapkan komunikasi dengan prinsip tenis meja. Maksudnya, pembicaraan harus berlangsung tanpa ada yang mendominasi. Jadi apa pun yang aku bicarakan, aku harus menunggu reaksi dan tanggapan Amanda, sebelum kuteruskan dengan perkataan selanjutnya.
Milis lain yang aku ikuti adalah sebuah milis komunitas anak berbakat. Mulanya sempat ada keraguan karena cibiran orang-orang sekitarku. Mereka menganggapku sebagai ibu yang tidak dapat menerima kenyataan bahwa anaknya mengalami gangguan perkembangan sampai meyakini anaknya jenius dan berbakat.
Namun setelah kucoba terlibat ternyata hampir seluruh anggota milis adalah orang tua yang bingung seperti aku. Di satu sisi anaknya sulit berkomunikasi, sulit konsentrasi, keras kepala, mudah tantrum dan amat tak bisa diam, tapi di sisi lain daya tangkap, daya ingat dan kreativitasnya luar biasa.
Dari diskusi di milis, baru kumengerti bahwa definisi anak berbakat tak semata-mata berdasarkan IQ yang tinggi saja atau mampu mengerjakan soal matematika untuk tingkat di atas usianya. Kebanyakan anak berbakat justru memiliki kesulitan belajar karena mengalami loncatan perkembangan namun dirinya tak bisa mengimbangi loncatan perkembangan itu.
Saat ini, komunikasi verbal Amanda memang masih tertinggal. Ia belum bisa menempatkan kalimat pada konteks yang tepat. Istilah awamnya ia masih sering tulalit alias enggak nyambung bila bicara. Namun, Amanda sudah bisa bertanya dan menjawab pertanyaan dengan cerewet.
Untuk mengatasi rasa jenuh dan tantrum yang masih sering dialami Amanda, kami harus kreatif. Agar ia tenang kala bepergian, umpamanya, kami selalu menyediakan buku baru. Konsentrasinya selama perjalanan bisa terserap penuh pada buku tersebut. Sebelum mengunjungi tempat-tempat baru, kami akan memberinya bayangan lewat cerita dan gambar agar ia tak lepas kendali saat di tempat itu.
Mungkin Amanda tak akan bersekolah di sekolah favorit atau unggulan, namun di sekolah yang bisa menerima segenap kekurangan dan kelebihannya. Kami dapat menerima semua itu karena kami sadar Amanda harus belajar menerima diri apa adanya. Ia juga perlu belajar menghadapi berbagai penolakan dan penilaian orang atas dirinya. Itulah dunia nyata yang cepat atau lambat harus dihadapinya. Tak semua orang akan mengerti Amanda. Kami hanya berharap bahwa buah hati kami ini bisa tumbuh menjadi manusia yang bahagia dan selalu mensyukuri diri apa adanya
<< Beranda