Gifted-disinkroni

TENTANG ANAK GIFTED YANG MENGALAMI DISINKRONITAS PERKEMBANGAN - suatu kelompok gifted children - dan bukan merupakan kelompok autisme, ASD, Asperger Syndrome ataupun ADHD - namun anak-anak ini sering mengalami salah terdiagnosa menjadi kelompok anak autisme ringan, ASD, Asperger Syndrom ataupun ADHD

Selasa, Agustus 04, 2009

Cerdas istimewa adalah potensi bawaan

Cerdas istimewa adalah potensi bawaan





Beberapa waktu lalu, kita sering mendengar bahwa semua anak pada dasarnya adalah anak cerdas. Sebetulnya slogan ini sangat keliru, sebab tidak semua anak yang dilahirkan mempunyai potensi bawaan kecerdasan yang baik. Ada beberapa anak yang sejak lahir mengalami gangguan perkembangan inteligensi yang parah, sehingga kelaknya ia akan lebih banyak tergantung dari lingkungannya.

Ada juga slogan-slogan atau tawaran pendidikan sejak dini yang menggiurkan yang dapat menjadikan anak-anak kita akan menjadi anak yang jenius. Berbagai upaya dilakukan, misalnya memberikan stimulasi sedini mungkin dengan berbagai cara, misalnya memberikan kartu-kartu untuk membaca kepada bayi, mendengarkan musik klasik kepada bayi dan sebagainya. Atau pemberian nutirisi tertentu. Apabila si anak tidak mempunyai gen pembawa sifat yang berada di dalam kromosomnya sebagai anak penyandang inteligensi tinggi, yang akan menjadi blue print perkembangannya, maka apapun yang diberikan padanya, untuk menjadikannya anak jenius, hal itu semua akan tidak bisa dicapainya.

Perkembangan kecerdasan (kognitif) istimewa seorang anak pada dasarnya akan menjadi suatu potensi yang stabil yang dapat terwujud dalam bentuk prestasi jika mendapatkan stimulasi yang baik dari lingkungannya. Namun tanpa adanya potensi bawaan ini, seorang anak tidak akan mungkin menjadi anak cerdas istimewa apalagi anak-anak jenius.


Prestasi cerdas istimewa tidak dapat berkembang begitu saja

Di lapangan, kita sering pula mendengar bahwa ada tawaran-tawaran pendidikan yang dapat menjadikan anak kita menjadi cerdas dalam berbagai hal. Dengan pendekatan tertentu, kita ingin pula menjadikan anak kita mempunyai bermacam-macam kecerdasan. Namun kita juga perlu mengingat bahwa kita harus berpegang bahwa untuk menjadikan anak kita mempunyai “bermacam kecerdasan” diperlukan adanya faktor potensi bawaan. Artinya, kita harus melihat bagaimana nature biologis anak.

Nature biologis anak juga mempunyai keragaman kualitas dan juga kuantitasnya. Maksudnya, setiap anak dilahirkan dengan kondisi bawaan yang berbeda-beda. Ia mempunyai perbedaan dari satu anak ke anak lain, baik dari segi kualitas dan kuantitas potensi yang dimilikinya. Ada anak yang mempunyai perkembangan emosi yang sangat baik, ada yang kurang. Ada anak yang mempunyai perkembangan motorik yang sangat baik, ada yang kurang. Begitu juga dengan anak-anak yang mempunyai potensi cerdas istimewa ini, sebagaimana yang dijelaskan di atas. Semuanya itu akan mewarnai berbagai prestasi perkembangannya kelak.

Namun, adanya nature biologis ini, kita juga tidak mungkin membiarkannya begitu saja dan mengharapkan seorang anak yang sudah mempunyai potensi bawaan istimewa akan dapat mencapai pretasi istimewanya, jika kita sebagai orang tua dan guru tidak turun tangan memberinya stimulasi, nutrisi, pengasuhan dan pendidikan yang sesuai sebagaimana yang dibutuhkan. Memberikan stimulasi terhadap tumbuh kembangnya, memberinya nutrisi berupa kebutuhan makan yang bergizi, pengasuhan yang memberinya rasa aman secara emosi dan sosial, serta memberinya pendidikan bagi pekembangan kecerdasannya, disebut sebagai faktor nurture.

Artinya disini, kita harus tetap mengingat, dalam mengasuh dan mendidik anak-anak kita tetap menggunakan rumusan nature + nurture.

Apabila dahulu di tahun 1970 di Amerika terjadi sebuah konflik pemahaman tentang nature vs nurture dimana pemahaman kaum intelektual maupun masyarakat terpecah menjadi dua antara nurture dan nature, kini selayaknya konflik itu sudah harus kita tinggalkan. Kita tidak lagi mempersoalkan bahwa prestasi seseorang hanyalah diwarnai oleh potensi bawaan (nature biologisnya) atau pengasuhan/stimulasinya (nurture). Seharusnya debat antara nature vs nurture ini kini kita sudahi. Kita harus mulai dengan pemahaman baru bahwa prestasi seorang anak tidak mungkin tercapai andaikan kita tidak memberikan stimulasi (nurturing) yang sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembangnya, serta potensi bawaannya (nature biologisnya).

Awalnya konflik nature vs nurture itu terjadi di tahun 1970-an di Amerika, saat mana ada survai statistik secara besar-besaran terhadap IQ anak muda Amerika. Hasil dari survai itu menunjukkan bahwa anak-anak muda dari kalangan kulit hitam dan dari kelompok miskin menunjukkan IQ yang lebih rendah daripada dari kelompok orang kulit putih dan kelompok orang kaya. Hasil sensus ini memunculkan reaksi yang hebat dari kalangan ilmuwan sosial, yang menghawatirkan akan terjadinya konflik diskriminasi yang semakin hebat. Karena inteligensi rendah sering dikaitkan dengan masalah-masalah kekerasan, narkoba, dan kriminalitas.

Pemahaman orang terhadap inteligensi pada saat itu bahwa inteligensi merupakan suatu bentuk yang diturunkan atau genetik (nature biologis) tanpa lagi melihat bahwa prestasi akan dipengaruhi oleh fator lingkungan (nutrisi, stimulasi, pengasuhan, dan pendidikan). Dari situ muncullah kelompok-kelompok yang akan berusaha menisbikan IQ sebagai konsep pengukuran inteligensi seorang anak, dan memberikan pemahaman baru bahwa perkembangan kecerdasan atau inteligensi seorang anak lebih tergantung dari lingkungannya (faktor nurture). Pemahaman ini yang kemudian memunculkan pengertian lain tentang konsep kecerdasan terutama konsep kecerdasan majemuk (multiple intelligence) beserta berbagai turunannya seperti kecerdasan emosi (emotional intelligence) maupun spiritual intelligence. Hingga saat ini konsep-konsep ini masih berpegang pada pemahaman bahwa kecerdasan lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan kurang memperhitungkan potensi bawaan atau genetiknya. Disamping itu munculnya konsep multiple intelligence dengan 7 atau 8 macam kecerdasan itu hingga saat ini masih belum ada alat ukurnya.

Konflik nature vs nurture ini dalam dunia ilmu psikologi dikenal sebagai The bell curve war.

Namun dari berbagai penelitian tentang genetika, majunya teknologi pencitraan otak yang mampu menunjukkan tentang keragaman dan keunikan anak yang dilahirkan, telah memberikan pengertian baru kepada kita, bahwa setiap anak yang dilahirkan akan membawa keunikannya masing-masing. Dalam bidang ilmu anak cerdas istimewa juga diketahui bahwa dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kecerdasan istimewa seorang anak lebih dipengaruhi oleh faktor genetik. Hal ini diketahui dari berbagai penelitian pada anak kembar identik yang menunjukkan bahwa kans cerdas istimewa secara bermakna akan jauh lebih besar pada anak-anak yang kembar identik daripada yang non-identik. Dari hasil-hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa berkecerdasan istimewa akan murni dipengaruhi oleh nature biologisnya. Walau begitu, gen pembawa sifat yang mana yang merupakan penentu bahwa seorang anak adalah pembawa sifat cerdas istimewa, hingga saat ini masih belum dapat ditentukan. Hal ini disebabkan karena kecerdasan istimewa tidak ditentukan oleh satu faktor tetapi oleh banyak faktor. Karena itu, bentuk berkecerdasan istimewa juga mempunyai keragaman yang cukup banyak.

Sekalipun demikian, sekalipun seorang anak akan ditentukan oleh nature biologisnya, tetap dalam perjalanannya, lingkungan akan juga mempengaruhi perkembangan dan prestasinya. Karena itu debat nature vs nurture ini sudah tidak sesuai lagi dengan berbagai temuan-temuan penelitian dalam tahun-tahun terakhir ini.
Namun debat nature vs nurture ini masih sering kita temui jika kita harus berhadapan dengan masalah dunia pendidikan dan pengasuhan. Kelompok nurture selalu mengatakan bahwa: “Kita jangan menyia-nyiakan usia anak kita, sebab usia balita adalah usia emas (the golden age) yang harus kita isi dengan berbagai stimulasi agar anak kita menjadi sebagaimana apa yang kita inginkan”.
“Jangan biarkan otak anak-anak kita menjadi kosong, kita harus mengisinya dengan berbagai stimulasi yang dibutuhkan.”
Dengan adanya seruan-seruan atau ajakan seperti di atas, menyebabkan dunia pengasuhan dan pendidikan menjadi tidak ada batasnya lagi, terjadilah stimulasi dan memberikan materi kurikulum yang berlebihan. Apalagi adanya anekdot bahwa selagi masa usia emas (golden age periode) otak anak sangat plastis dan dapat diisi tanpa batas. Menyebabkan anak-anak sejak masih bayi sudah mendapatkan stimulasi yang berlebihan, yang bisa jadi justru akan menekan perkembangan anak secara sehat.


Perlu dukungan

Apa artinya mendukung seorang anak cerdas istimewa? Selama ini kita hanya memahami bahwa seorang anak cerdas istimewa bisa selamat dalam berbagai situasi karena kita anggap ia adalah seorang anak yang pandai, dan dapat beradaptasi dimanapun. Namun sesungguhnya tidaklah demikian. Ada banyak hal yang perlu kita pahami. Tidak populernya ilmu yang membahas anak-anak cerdas istimewa selama ini adalah karena anak cerdas istimewa selama ini dianggap sebagai anak yang tidak mempunyai masalah. Karena sajian pembahasan sering hanya menyajikan masalah keberbakatannya dan akademiknya saja, tanpa pernah membicarakan masalah-masalah yang muncul akibat faktor kuatnya yang tidak terdukung, masalah tumbuh kembangnya, dan masalah kepribadiannya. Namun dari banyak pengalaman dan penelitian akhir-akhir ini tentang perkembangan dan kepribadian anak-anak cerdas istimewa, memberikan hasil yang mendorong berbagai pihak agar anak cerdas istimewa sejak balita hingga masa pendidikannya memerlukan pengelompokan tersendiri sebagai anak yang mempunyai resiko serta membutuhkan perhatian khusus. Ia membutuhkan dukungan yang seksama, baik dari keluarga, pihak sekolah, berbagai profesi yang berkaitan, dan juga dari lingkungannya.

....


 

 

Sabtu, Agustus 01, 2009

DALIL INI NGAWUR: ANAK CERDAS BUKAN KARENA KETURUNAN

DALIL INI NGAWUR: ANAK CERDAS BUKAN KARENA KETURUNAN

KOMPAS adalah surat kabar terbesar dan terpercaya Indonesia, tapi mengapa kali ini meluncurkan berita yang justru membodohi masyarakat, dapat menyebabkan masyarakat tersesat pada pemahaman yang salah. Para orang tua yang mempunyai anak kecil dapat tersesat pemahamannya sehingga akan lebih cenderung mempleter anaknya dengan asupan nutrisi dan stimulasi dini tanpa melihat lagi potensi bawaan anak yang dibawa secara genetis.

Berita di bawah ini betul-betul menyesatkan, terlebih pada alenia pertama: Anggapan bahwa kecerdasan anak hanya dapat diturunkan oleh orangtua yang juga cerdas, tampaknya harus diubah. Dengan gizi dan stimulasi yang tepat Anda pun bisa mencetak anak cerdas dan kreatif.

Untuk counter ballance bisa dilihat disini, bahwa inteliegnsi merupakan faktor genetik yang diturunkan, sedang prestasi adalah pengaruh dinamis dari lingkungan terhadap inteligensi.

INTELLIGENCE, HEREDITY & ENVIRONMENT yang dieditori oleh Robert J Stenberg seorang guru besar ahli gifted children.

Bagaimana seorang anak dapat berprestasi dapat dilihat disini:
Munich Model dari Kurt Heller yang menjelaskan apa saja potensi bawaan anak sebagai faktor genetik - dan bagaimana pengaruh lingkungan terhadap bidang-bidang prestasi. Pengasuhan dalam keluarga termasuk asupan nutrisi dan stimulasi.



Anak Cerdas Bukan Karena Keturunan

Rabu, 29 Juli 2009 16:39 WIB
KOMPAS.com - Anggapan bahwa kecerdasan anak hanya dapat diturunkan oleh orangtua yang juga cerdas, tampaknya harus diubah. Dengan gizi dan stimulasi yang tepat Anda pun bisa mencetak anak cerdas dan kreatif.

Penelitian menunjukkan bahwa sumbangan faktor genetis terhadap intelegensi seseorang berkisar 40-80 persen. "Kita tidak bisa mengukur berapa persentasi kecerdasan yang diturunkan. Yang pasti anak yang cerdas pun harus distimulasi kemampuan berpikirnya agar kecerdasannya muncul," kata psikolog Roslina Verauli.

Namun bila Anda merasa kecerdasan Anda tergolong rata-rata, tak perlu khawatir nantinya si kecil otaknya kurang "encer". Pasalnya ada faktor lain yang tak kalah penting dalam kecerdasan anak, yakni gizi dan pola asuh orangtua (lingkungan).Gizi yang baik ibarat bahan bakar bagi otak. Perkembangan sirkuit otak sangat bergantung pada kualitas nutrisi dan stimulasi yang diberikan pada balita sejak dalam kandungan sampai usia tiga tahun pertama, atau disebut masa emas pertumbuhan (golden age period).

Cepatnya pertumbuhan sel otak manusia pada usia bayi hingga usia tiga tahun dan mencapai kesempurnaannya di usia lima tahun, membuat faktor pemenuhan gizi sebagai faktor yang vital. "Sampai umur setahun, 60 persen energi makanan bayi digunakan untuk pertumbuhan otak," kata dr.Soedjatmiko, Sp.A (K), dokter spesialis anak konsultas tumbuh kembang. Oleh karena itu bayi dan balita membutuhkan banyak protein, karbohidrat, dan lemak. Selain itu bayi dan balita membutuhkan vitamin B1, B6, asam folat, yodium, zat besi, seng, AA, DHA, sphyngomyelin (kompleks lipid kandungan lemak di otak), sialic acid, dan asam-asam amino seperti tyrosine dan tryptophan.
"ASI mengandung semua kebutuhan tersebut, termasuk AA, DHA," kata Soedjatmiko, yang juga menjadi salah satu pembicara dalam acara Smart Parent Conference yang diadakan oleh Frisian Flag di Jakarta beberapa waktu lalu ini.Dengan nutrisi yang seimbang, makin banyak jumlah sel-sel otak bayi. "Makin banyak kualitas percabangan sel-sel otak, makin bagus fungsi sinaps (ujung sel saraf) antara sel-sel otak, makin cerdas seorang anak," ujar Soedjatmiko.

Stimulasi tepat

Mengingat pentingnya periode emas ini dalam masa perkembangan anak, orangtua dan guru perlu memberikan stimulasi yang cukup bagi anak. Karena hanya dengan stimulasi, perkembangan kognisi, sosial dan emosi anak bisa mencapai tahap yang optimal.Merangsang kecerdasan anak sudah bisa dilakukan sejak dini, bahkan sejak dalam kandungan terus menerus setiap hari dengan stimulasi yang bervariasi dan teratur, dengan merangsang otak kiri dan otak kanan bersama-sama."Stimulasi akan memengaruhi pertumbuhan sinaps yang membutuhkan sialic acid untuk membentuk gangliosida, yang penting untuk kecepatan proses pembelajaran dan memori," lanjut Soedjatmiko. Selain itu, rangsangan yang bervariasi dan dilakukan dengan kasih sayang akan melipatgandakan jumlah hubungan antar sel otak sehingga membentuk sirkuit otak yang lebih kompleks, canggih, dan kuat, sehingga kecerdasan anak semakin tinggi dan bervariasi (multiple inteligence).

Menurut Roslina Verauli, untuk memberikan stimulasi yang tepat orangtua harus peka terhadap kemampuan anak. "Ajak anak bermain sesuai dengan minatnya. Ajak pula anak melihat berbagai tempat, jangan hanya ke mal saja," kata psikolog yang akrab di sapa Vera ini.Vera juga menyarankan agar orangtua memberikan tempat tinggal yang kaya fasilitas penunjang kecerdasan, seperti adanya buku- buku, alat musik, juga halaman tempat anak bermain. "Bila tak punya halaman, sesekali ajak anak ke lapangan atau taman publik," cetusnya.Terakhir adalah stimulasi berupa pendidikan dan pelatihan yang memadai. "Selain sekolah, ikutkan anak pada kegiatan eskul. Tapi bukan les matematika, melainkan yang berkaitan dengan minat anak. Bila dua tahun tidak ada perkembangan, stop, ganti dengan eskul lain," ujar psikolog yang sering menjadi narasumber di berbagai media ini.

....