Gifted-disinkroni

TENTANG ANAK GIFTED YANG MENGALAMI DISINKRONITAS PERKEMBANGAN - suatu kelompok gifted children - dan bukan merupakan kelompok autisme, ASD, Asperger Syndrome ataupun ADHD - namun anak-anak ini sering mengalami salah terdiagnosa menjadi kelompok anak autisme ringan, ASD, Asperger Syndrom ataupun ADHD

Sabtu, Juni 14, 2008

Anakku gak bisa berhitung

Anakku gak bisa berhitung…….

Suatu kali seorang ibu mengeluhkan anaknya yang sudah kelas dua SD masih tidak bisa berhitung, padahal saya melihat tes inteligensinya, kemampuan logik matematika dan berpikir analisanya duduk dalam persentil 95 %. Hoe zo… anak dengan potensi tinggi kok gak bisa berhitung?
Sehingga si Ibu menjadi ragu untuk mengakui bahwa anaknya adalah seorang anak gifted. Sementara pihak sekolah juga tidak bisa menjelaskan, karena itu pihak sekolah cenderung memberinya label autisme.

Letak masalahnya dimana mengapa ada seorang anak yang bisa terbilang gifted dan kreatif sampai tidak bisa berhitung?

Seorang bapak bercerita padaku bahwa anaknya sudah kelas 4 SD dengan IQ 145 tetapi tidak bisa berhitung, padahal menurutnya kalau anak ber IQ tinggi sudah termasuk anak jenius otaknya akan seperti komputer. Hoe zo… anaknya malah tidak bisa berhitung?

Pertanyaan yang sering diajukan adalah:
à Anakku termasuk diskalkulia (gangguan belajar berhitung) apa bukan?

Husy…. Jangan cepat-cepat menuding anak sebagai penyandang diskalkulia.
Ada beberapa kemungkinan yang bisa menyebabkan gangguan ketrampilan berhitung:

Pertama
- kesadaran dan pemahaman akan arti sebuah bilangan
- kecepatan memberikan nama sebuah bilangan dan memahami nama itu
- pemahaman akan arti: lebih besar, lebih kecil, lebih sedikit, lebih banyak,
dikurangi, ditambah, dikalikan, dibagi

Anak-anak gifted yang terlambat bicara umumnya mengalami loncatan perkembangan tidak melampaui apa yang disebut phonic & phonemic awarness. Ia lompat pada pencanderaan visual melihat huruf dan bilangan bagai sebuah logo tanpa makna. Ia mengingat dalam memori jangka panjangnya yang nempel sulit disetip lagi.

Karena itu ia ketinggalan dalam bidang ini, yaitu nenamai huruf dan bilangan, memahami artinya, dan mengucapkan huruf dan bilangan itu. Hal ini dasar adalah dasar berhitung dan menuliskannya dalam bentuk tulisan.

Kedua

Deficit/kurangnya perkembangan kemampuan visual spatial – atau kemampuan pandang ruang. Seorang anak yang mempunyai gangguan ini disebut bukan anak gifted, biasanya yang mempunyai gangguan kemampuan pandang ruang adalah anak-anak penyandang autisme, dan anak-anak Non-verbal Learning Disorder (NLD). Jadi kemungkinan kedua ini tidak mungkin terjadi pada anak gifted.

Ketiga

Mempunyai kemampuan kognitif tingkat tinggi, dan lebih mendahulukan konsep, analisa-sintesa tetapi tidak menggunakan strategi menghapal. Sehingga tertinggal dalam kemampuan hapalan matematika rendah, seperti kali bagi tambah kurang. Kondisi ini biasa terjadi pada anak-anak gifted visual spatial learner.


Taktik

Mulai dengan mengajarkan kembali bertahap dari sederhana hingga yang rumit
- mengenal bilangan
- menamai bilangan
- arti bilangan
- sifat bilangan
- bentuk bilangan
- penjumlahan
- pengurangan
- pembagian
- pengkalian

Memberikan permainan menghapal matematika rendah (mental matematika). Untuk digunakan dalam otomatisasi pemecahan masalah dalam matematika tinggi.


JIKA

Upaya-upaya dia tas tetap mengalami kesulitan, kemungkinan ia memang mengalami gangguan belajar diskalkulia. Biasanya diskalkulia tidak berdiri sendiri – ia merupakan gangguan ikutan dari disleksia.

....


 

 

Jumat, Juni 13, 2008

Gangguan motorik halus itu bukan Learning Disabilities

Gangguan motorik halus itu bukan learning disabilities


Sudah dua kali saat keliling Indonesia tahun lalu, ketemu ada anak gifted yang motorik halusnya lemah lalu tak mau menulis, dinyatakan sebagai Learning Disabilities…. Hayaaaa… Lalu dilatih-latih menulis seperti anak disleksia (Learning Disabilities gangguan membaca)…. Hayaaa lagi…..

Dua kesalahan di atas sudah membuat si anak tak mau menulis…. Lebih hayaa lagi…
Lalu anaknya dapat rapot jelek…. Waaahhh…lebih lebih hayaaaaaa lagi…..

Gangguan motorik halus itu bukan gangguan belajar primer yang biasa disebut sebagai Learning disabilities.
Gangguan belajar primer atau learning disabilities terdiri dari gangguan membaca (disleksia), gangguan menulis (disgrafia), dan gangguan berhitung (diskalkulia).
Tetapi akar gangguannya sama, yaitu adanya gangguan pemrosesan informasi yang masuk di otak dari organ indera mata dan telinga.

Mata dan telinganya sendiri baik, tapi informasi yang masuk ke otak – berupa pemrosesan symbol bunyian diubah menjadi symbol huruf dan angka yang kacau balau. Akibatnya anaknya tidak dapat menulis misalnya dalam dikte.

Atau sebaliknya jika seorang anak melihat huruf di buku, ia tak mampu otomatis merubah info itu dari huruf ke bunyian, jadi anaknya tidak bisa membaca dengan baik. Ia kesulitan.

Jika anak normal mendengar bunyian aaaaa.... yang diucapkan guru, otomatis bunyian ini diproses oleh otak menjadi simbol huruf a. Sebaliknya, jika seorang anak melihat huruf a...otomatis di otaknya juga mengganti simbol ini menjadi bunyian a yang otomatis bisa disalurkan ke otot mulut untuk disuarakan menjadi a ....
Begitu juga saat membaca.

Tetapi anak-anak ini mengalami kesulitan, gak bisa otomatis. Namanya gangguan pemrosesan informasi. Letak gangguannya berada di otak.



Rumusannya gampang:

Mata (visual) --> bunyian

Atau

Bunyian --> symbol visual


Symbol visual disebut GRAFEM
Symbol bunyian disebut FONEM

Jadi yang terganggu pemrosesan dari

Grafem ---> Fonem
Fonem ---> Grafem



Ada pula yang mengalami gangguan visual, jika menulis huruf terbalik-balik, atau tidak melihat ada huruf yang dua biji berjejeran misalnya tulisan ditegakkan …huruf k kan dua kan, dia hanya melihat satu. Atau keliru membaca suatu kata, misalnya kelapa dibaca kepala…

Begitu juga saat mendengar bunyian, p dengan f dengan v… ketuker terus.

Orang Sunda yang secara kultur/kebiasaan suka merubah huruf, f jadi ep…misalnya rauf dibaca raup…. Itu bukan disleksia, tapi salah ajarannya. … (sorry bagi orang Sunda).

Huruf “i” dibaca “e” seperti misalnya Indonesia dibaca Endonesia, miring dibaca mereng … itu juga kebiasaan salah ajarannya. Bukan salah otaknya.

Gangguan motorik halus, gangguan konsentrasi, gangguan emosi, terlambat bicara ---> bukan juga Learning Disabilities. Memang membuat kesulitan belajar dan memperparah kondisi Learning Disabiloties itu sendiri, tapi bukan Learning Disabilities.

Sekali lagi, gangguan belajar (Learning Disabilities) adalah gangguan di otak dan genetic. Gangguannya berada di kromosom.
Jadi harus dipisahkan antara gangguan belajar (Learning Disabilities) dengan kondisi kesulitan belajar seperti ADHD, Austisme, gangguan motorik, terlambat bicara….

Kondisi gangguan belajar (Learning Disabilities) adalah ekslusif bukan disebabkan karena gangguan-gangguan lain dan tidak menyebabkan gangguan2 lain.

Kalau ada anak gak bisa baca bukan berarti disleksia
Kalau ada anak gak bisa nulis bukan berarti disgrafia.
Kalau ada anak gak bisa berhitung bukan berarti diskalkulia

Tapi periksa dulu:
- barangkali pendidikannya kurang baik
- barangkali lingkungan gak mendukung
- barangkali salah belajarnya
- barangkali motivasinya rendah buat belajar
- barangkali gangguan2 lain yang menyulitkan
- barangkali memang kurang matang belum siap belajar

....


 

 

Kamis, Juni 12, 2008

Hyperlexia itu bukan Dysleksia

Hyperlexia itu bukan Dyslexia


Gejala hyperlexia adalah seorang anak yang telah mampu membaca di usia sangat dini, misalnya dua tahun. Keadaan ini dimungkinkan karena si anak mempunyai memori jangka panjang yang sangat kuat, ia mencetak detil huruf bagai suatu logo dalam memorinya. Tetapi ia tak mengerti artinya. Biasanya keadaan ini ada pada anak-anak visual learner kuat.
Pada anak seperti ini memang ia akan cepat membaca dengan baik, dan sukses dalam pelajaran membaca saat di sekolah dasar. Tetapi, kesulitannya adalah ia akan mengalami gangguan sematik (pemahaman bacaan).


Sekalipun ia sukses dalam pelajaran membaca tetapi ia tidak sukses dalam pelajaran lain yang banyak menggunakan teks. Juga pelajaran berhitung yang menggunakan teks. Jadi sering disangka disleksia.

Sedang disleksia adalah gangguan membaca yang ditandai oleh gangguan mengeja, tertukar-tukar huruf, tidak membaca beberapa huruf dalam satu kata, atau kata dalam sebuah kalimat (wordbliness), gangguan mendengar bunyian/ucapan (gangguan fonologis). Tetapi tidak mengalami gangguan semantik. Penyandang disleksia selalu tertinggal dalam pelajaran membaca, dan sangat terlambat dalam berkemampuan membaca.

Kekacauan pemahaman kacau ini karena munculnya buku dari Ron Davis (US), http://www.davisdyslexia.com/isit.html , atas namanya sendiri (bukan berdasarkan riset ilmiah) menjelaskan bahwa visual learner adalah disleksia. Sementara itu dalam ilmu kependidikan berkekhususan (orthopedagogi), kondisi hyperleksia pada visual learner adalah bukan disorder. Karena itu hyperlexia tidak pernah ada dalam menu-menu “penyakit”, ataupun “disorder” dan “gangguan”. Tapi karena mengalami kesulitan juga, pada akhirnya banyak orang memilihnya memasukkan dalam kategori disleksia…

Tetapi publikasi Ron Davis menjual seolah disleksia hanya sebagaimana yang ditampilkan, yaitu visual learner….

Yang dicontohkan, Misalnya Einstein, Woppy Goldberg, Tom Cruise…

…. Lalu terapinya disama-samakan dengan gangguan disleksia, atau sebaliknya, anak disleksia diterapi dengan Davis Methode yang tentu saja tidak cocok dengan kondisi disleksia…


Hopo tumon, kok saenake…. ?


Sumber: Tom Braams (2002): Dyslexie, een complex taalprobleem, Uitgevrij Boom, Amsterdam.

....


 

 

Sabtu, Juni 07, 2008

Visual Spatial Learner vs Learning Disabilities

VISUAL SPATIAL LEARNER vs LEARNING DISABILITIES



Julia Maria van Tiel
Ditulis untuk milis anakberbakat@yahoogroups.com
7 Juni 2008



Gangguan belajar (Learning Disabilities atau disingkat LD)

Learning disabilities adalah masalah belajar primer yang disebabkan karena adanya deficit/kekurangan fungsi dalam satu atau lebih area inteligensi. Penyebabnya gangguan neurologis dan genetik.

Istilah LD hanya dikenakan pada anak-anak yang mempunyai inteligensia normal hingga tinggi. Gangguan ini merupakan gangguan yang kasat mata, berupa kesalahan dalam hal membaca (disleksia), menulis (disgrafia), dan berhitung (diskalkulia).

Kesalahan yang terjadi akan selalu dalam kesalahan sama secara terus menerus, dan dibawa seumur hidup (long live disabilities).


Selanjutnya baca di DISINI


Sumber bacaan:
de Groot,R & Paagman,CJ (2004): Denkbeelden over beelddenken, Uigevrij Agiel, Utrecht.

Dummont,JJ (1994): Dyslexie, theory, diagnostiek, behandeling, Beeldrecht, Amsterdam

....