Gifted-disinkroni

TENTANG ANAK GIFTED YANG MENGALAMI DISINKRONITAS PERKEMBANGAN - suatu kelompok gifted children - dan bukan merupakan kelompok autisme, ASD, Asperger Syndrome ataupun ADHD - namun anak-anak ini sering mengalami salah terdiagnosa menjadi kelompok anak autisme ringan, ASD, Asperger Syndrom ataupun ADHD

Jumat, Agustus 20, 2010

Daftar isi buku ADHD cet I tahun 2010

Judul Buku:
ADHD - Attention Deficit Hyperactivity Disorder (Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas): Tanda-tanda, diagnosis, terapi, serta penanganannya di rumah dan di sekolah.


Penyusun:
Arga Paternotte & Jan Buitelaar
Alih bahasa :
Julia Maria van Tiel
Penerbit
Prenada Media
Jl Tambra Raya no 23
Rawamangun
Jakarta Timur
Tel: 021-47864657
fax: 021-4754134
Email: pemasaran@prenadamedia.com




DAFTAR ISI
Sambutan Direktur Pembinaan Sekolah Luar Biasa Dirjen Mandikdasmen Departemen Pendidikan Nasional
Pendahuluan
BAGIAN I
APA YANG KITA KETAHUI TENTANG ADHD?
BAB 1 PENGENALAN GEJALA ADHD
1.1. Dasar-dasar pengenalan gejala
1.2. Gangguan perhatian dan konsentrasi
1.3. Impulsivitas
1.4. Hiperaktivitas
1.5. Tidak selalu tidak bisa diam
1.6. Fungsi pengaturan
1.7. Orkestra tanpa dirigen
1.8. Bicara dalam hati
1.9. Gejala berubah bersamaan dengan berjalannya usia
1.10. Anak muda
1.11. Masa dewasa
1.12. Seberapa besar kejadiannya?
1.13. Kemungkinan kejadian pada laki-laki dan perempuan
BAB 2 GANGGUAN YANG MENYERTAI ADHD
2.1. Gangguan perkembangan pervasive
2.2. Gangguan perilaku oposan
2.3. Gangguan perilaku agresif
2.4. Gangguan belajar
2.5. Gangguan rasa takut dan stemming
2.6. Gangguan tics
2.7. Gangguan motorik
2.8. Syndroma yang secara bersama-sama muncul dengan gejala ADHD
BAB 3 PENYEBAB ADHD
3.1. Faktor keturunan
3.2. Genetik dan lingkungan
3.3. ADHD dan otak
3.4. Otak yang berbeda
3.5. Neuro-anatomi
3.6. Kimiawi otak
3.7. Penelitian terkini
BAB 4 AKIBAT YANG MENYERTAI ADHD
4.1. Akibat pada anak
4.2. Akibat pada orang tua
4.3. Bila Anda menarik kereta sendirian
4.4. Kakak dan adik
4.5. Punyakah penyandang ADHD sisi yang menyenangkan?
BAGIAN II
APAKAH ANAKKU ADHD
BAB 1 DETEKSI DINI
1.1. Deteksi pertama
1.2. Apakah normal itu ?
1.3. Bayi yang penangis dan ADHD
1.4. Keragu-raguan
1.5. Menenangkan
1.6. Para guru
1.7. Apa saja yang dapat terjadi?
1.8. Banyak gerak atau ADHD?
BAB 2 DIAGNOSA
2.1. Dimana mencari bantuan?
2.2. Persiapan mencari konsultasi
2.3. Tanya, tanya, tanya
2.4. Pemeriksaan ekstra
2.5. Klasifikasi
2.6. Diagnosa
2.7. Sedih dan harapan
2.8. Penanganan ADHD
2.9. Panduan penanganan
2.10. Rencana penanganan
BAGIAN III
ADHD DALAM KELUARGA
Bab 1 MENGHADAPI GANGGUAN
1.1. Setelah diagnosa ditegakkan
1.2. Apa yang sekarang harus dikerjakan?
1.3. Saling membangun ruang yang menguntungkan
1.4. Para ayah dan ibu
1.5. Tali kendali kembali ada di tangan
1.6. Membagi perhatian
1.7. Kontak dengan dunia luar
1.8. Bagaimana kita menyampaikan pada keluarga?
1.9. Dan bagaimana dengan tetangga?
1.10. Hobby
Bab 2 MENGHADAPI ANAK
2.1. Berpikirlah secara positip
2.2. Penghargaan dan hukuman
2.3. The Time-Out
2.4. Peraturan dan struktur
2.5. Menjelaskan dalam keluarga
2.6. Perubahan adalah sesuatu yang membutuhkan waktu
BAGIAN IV
PENGOBATAN ADHD
BAB 1 BAGAIMANA KERJA OBAT-OBATAN?
1.1. Obat-obatan untuk terapi perilaku
1.2. Mengapa ada pengobatan untuk ADHD ?.
1.3. Pengobatan tidak akan menyembuhkan
1.4. Kapan penggunaan obat-obatan itu ?
1.5. Sampai berapa lama pengobatan itu ?
1.6. Siapa yang menuliskan resep?
BAB 2 PSIKOSTIMULANSIA
2.1. Methylfenidat dan dexamfetamine
2.2. Bagaimana kerja stimulansia?
2.3. Ritalin
2.4. Concerta
2.5. Dexamfetamine (Dexedrine)
2.6. Obat-obat generik
2.7. Untuk usia berapa ?
2.8. Memulai dan menghentikan
2.9. Overdosis
2.10. Efek samping psikostimulansia
2.11. Ketepatan tatalaksana terapi
2.12. Toleransi
2.13. Kapan sebaiknya tidak menggunakan psikostimulansia?
2.14. Jangan gunakan obat-obatan saat penegakan diagnosa
2.15. Bahaya, kadang diperdagangkan
2.16. Methylfenidat dan ketergantungan
2.17. Keamanan psikostimulansia
BAB 3 OBAT BARU
3.1. Atomexetine (Stattera)
3.2. Efek samping
3.3. Registrasi dan penggantian
BAB 4 ANTIDEPRESIVA
4.1. Antidepresiva lama (klasik)
4.2. Efek samping
4.3. Sejak usia berapa diberikan?
4.4. Memulai dan menghentikan
4.5. Overdosis
4.6. Toleransi
4.7. Keamanan
4.8. Kontraindikasi antidepresiva
BAB 5 OBAT-OBATAN ANTI TEKANAN DARAH TINGGI
5.1. Clonidine dan turunannya
5.2. Efek samping
5.3. Memulai dan memberhentikan
5.4. Overdosis
5.5. Toleransi
5.6. Kontraindikasi
5.7. Keamanan
BAB 6 ANTISIKOTIKA (NEUROLEPTIKA)
6.1. Pemecahan masalah jangka pendek
6.2. Efek samping
6.3. Memulai dan memberhentikan
6.4. Overdosis
6.5. Toleransi
6.6. Keamanan
BAB 7 TERAPI ALTERNATIF
7.1. Alternatif?
7.2. Pendengar yang baik
7.3. Perasaan “segalanya akan kukerjakan”
7.4. Jangan menganggapnya ideal
7.5. Diet bebas bahan pewarna, perasa, dan aroma
7.6. Suplemen vitamin dan mineral
7.7. Few Food Diet
7.8. Aam lemak
7.9. EEG-Biofeedback/Neurofeedback
7.10. Auditory Training
7.11. Membandingkan terapi
7.12. Jadilah konsumen yang bijak
BAGIAN V
BEKERJA UNTUK HAL BARU
PERILAKU YANG LEBIH BAIK
BAB 1 TERAPI PERILAKU
1.1. Setiap orang tua adalah terapis
1.2. Cognitive Behaviour Therapy
1.3. Mediation Therapy
1.4. Mengapa terapi perilaku
1.5. Latihan untuk anak-anak
1.6. Pelatihan untuk orang tua
1.7. Apa saja yang harus dilakukan dalam terapi perilaku?
1.8. Belajar tentang ADHD
1.9. Belajar melakukan observasi perilaku
1.10. Temukan gaya pengasuhan sendiri
1.11. Membawa perubahan
1.12. Sebuah terapi tidak akan menyulap
1.13. Salng mendukung
1.14. Kursus menolong diri sendiri
BAB 2 KELUARA VAN DALEN MENCARI JAWAB
2.1. Tak ada dongeng dalam kenyataan
2.2. Keluarga Van Dalen
2.3. Dasar pemikiran
2.4. Bangun pagi
2.5. Makan pagi yang menyenangkan
2.6. Pulang sekolah asyik bermain
2.7. Berlibur tenang dan santai
2.8. Ke ulang tahun oma yang menyenangkan
2.9. Berkemah: sepanjang hari bermain dengan anak-anak
2.10. Hari terang yang panjang
2.11. Mendengarkan di sekolah
2.12. Bulan yang paling asyik di tahun ini
BAGIAN VI
ADHD DAN MASALAH DI SEKOLAH
BAB 1 TANDA-TANDA ADHD DAN SEKOLAH
1.1. ADHD dan kesulitan belajar
1.2. Gejala di sekolah
1.3. Di taman kanak-kanak
1.4. Di seklah dasar
1.5. Di sekolah lanjutan
BAB 2 ORANG TUA DAN SEKOLAH
2.1. Berdiskusi dan bekerjasama
2.2. Kesepakatan konkrit
2.3. Sekolah umum
2.4. Sekolah khusus
2.5. Persyaratan masuk sekolah khusus
2.6. Sekolah luar biasa
2.7. Kemungkinan lain
2.8. “Rugzakje” (subsidi khusus)
BAB 3 ADHD DI KELAS (sebuah catatan bagi guru)
3.1. Tugas yang penting
3.2. Diskusi dan kerjasama
3.3. Spiral negatip
3.4. Perhatian dan proses belajar
3.5. Masalah pemusatan perhatian
3.6. Tip-tip untuk masalah pemusatan perhatian
3.7. Impulsivitas dan proses belajar
3.8. Penyesuaian
3.9. Perubahan perilaku di dalam kelas
3.10. Kartu perilaku baik
3.11. Perencaan sekolah – dan pekerjaan rumah
3.12. Apa yang dibutuhkan oleh seorang guru?
3.13. Kelas yang terorganisasi secara baik
3.14. Variasi metoda penyampaian instruksi
3.15. Kemenangan
LAMPIRAN
Lampiran 1
Kriteria Diagnosa AHD menurut DSM IV
Lampiran 2
30 pertanyaan tentang pengobatan pada anak-anak dengan ADHD
Lampiran 3
Kartu perilaku baik
Perencanaan perilaku baik
Lampiran 4
Buku ADHD dalam bahasa Belanda
Lampiran 5
Catatan dan daftar bacaan

....


 

 

Kamis, Agustus 12, 2010

PERANAN ORANG TUA DENGAN ANAK BERKEKHUSUSAN

PERANAN ORANG TUA DENGAN ANAK BERKEKHUSUSAN[1]

(sekedar bermimpi akan adanya perbaikan)

Julia Maria van Tiel

Orang tua anak berkekhususan gifted visual spatial learner.

Pembina kelompok diskusi orang tua anak gifted anakberbakat@yahoogroups.com

[1] Dibawakan dalam acara Seminar dan Workshop IlmiahThe Best Future For Special Needs Children, Kasandra & Associate bekerjasama dengan Ikatan Psikologi Klinis dan Universitas Persada Indonesia YAI , Jakarta, 24 Juli, 2010


Daftar Isi

- Tugas pengasuhan yang berat dan penuh dilema

_ Perlu memahami tumbuh kembang anak

_ Perlu memahami pola alamiah tumbuh kembang anak berkekhususan

_ Membutuhkan informasi dan intervensi yang EBP

_ Membutuhkan jalur rujukan dan protokol yang jelas

_ Membutuhkan layanan kolaboratif dan multidisiplin

_ Membutuhkan metoda pendidikan yang sesuai

_ Membutuhkan lembaga bantuan psikologi-pedagogi

_ Membutuhkan guru sebagai sahabat

_ Membutuhkan perlindungan hukum

_ Membutuhkan tenaga pendampingan

_ Harapan orang tua sebagai konsumen bidang kesehatan

dan pendidikan (suatu solusi)

Bila anak lahir membawa kekhususan

Orang tua anak berkekhususan biasanya tidak dapat menceritakan kesulitannya pada sembarang orang tua lain, sebab masalah kekhususan memang kurang dikenal secara umum. Apa yang sering dialami, justru orang tua menerima kritikan dari keluarga lain sebagai orang tua yang tidak mampu mendidik anaknya. Kritikan ini akan jauh lebih banyak diterima oleh orang tua dari anak penyandang masalah perilaku dan emosi. Orang tua anak ADHD misalnya, mendapatkan kritikan bahwa anaknya tidak pernah diajar berperilaku yang benar, sopan santun, dan menahan emosinya. Padahal betapa sulitnya orang tua ini menghadapi anaknya yang memang mengalami gangguan pada pusat pengatur perilaku (excecutive function) di susunan syaraf pusat (otak). Gangguan itu juga adalah gangguan bawaan sejak lahir yang akan disandangnya seumur hidupnya. Orang tua sering putus asa sendiri menghadapinya. Sejak bayi kecil, si anak sudah sering menunjukkan emosi yang memusuhi orang tuanya, seperti mengamuk, membuang mainan, dan merusak apa saja bila ia marah. Situasi seperti ini saja sudah membuat hubungan ibu dan anak menjadi kurang mesra, terjadilah gangguan relasi ibu anak. Padahal ibu mempunyai tugas sebagai pemegang peranan terbesar dalam perkembangan anak. Orang tua jika tak memahami masalah yang disandang anak, mucullah konflik tajam dengannya. Begitu pula anggota keluarga yang lain, akan memusuhi saudaranya yang ADHD, atau selalu berkelahi. Banyak dari anak ADHD akhirnya putus hubungan dengan ayahnya karena sering dipukuli.

Saat anak ini mulai besar, lingkungan luar, baik tetangga maupun famili juga mengambil jarak, yang menyebabkan keluarga ini menjadi terisolasi. Jika ada acara-acara bersama, atau ke restoran, dan tempat keramaian, anak ini dianggap pengganggu, yang sering menyebabkan keluarga ini tidak lagi berani membawa anaknya ke tempat keramaian. Padahal si anak memerlukan juga lingkungan sosial dalam fase-fase tumbuh kembangnya. Si Ibu sering bertanya-tanya: “Apa salahku melahirkan anak yang begitu sulit mengasuhnya?” Ibu yang taqwa dan tawakal akan berkata bahwa bagaimanapun ia akan tetap tabah dalam menghadapi ujian ini, pasti ada hikmahnya. Tetapi tidak semua Ibu bisa begini. Lebih banyak ibu-ibu yang stress.

Pada keluarga yang mempunyai anak mengalami keterlambatan perkembangan seperti misalnya anak-anak yang bersymptom perilaku autisme (seperti misalnya kurang mampu bersosialisasi, sulit menerima nasihat, rigid, dan kaku) sering mendapatkan kritikan bahwa anaknya terlalu dimanja, apa-apa diperbolehkan, kurang dilatih, dan sebagainya.

Anak yang mengalami cacat kasat mata seperti penyandang disleksia seringkali dituduh sebagai anak yang malas, tidak punya motivasi belajar, dan tidak disiplin. Akibatnya karena ia dianggap mengecewakan, sementara dirinya sendiri tidak mengerti mengapa sangat sulit mencapai prestasi, ia pun mengalami kefrustrasian yang tidak jarang justru memunculkan masalah perilaku.

Demikianlah lingkaran setan yang dihadapi anak yang lahir dengan kekhususan. Tapi kesulitan ini bukan hanya sampai disini saja. Saat mana orang tua sadar bahwa ia harus meminta pertolongan, kenyataannya justru banyak mulut harimau mengancam di hadapannya. Mulut harimau itu siap menerkamnya lalu mengoyak-ngoyak pemahamannya tentang kekhususan anak dengan memberinya informasi yang menyesatkan, kemudian merampas apa saja yang masih tersisa. Orang tua seringkali mendapatkan informasi bahwa gangguan yang ada pada anak dapat diobati, dapat dipulihkan, dapat dinormalkan, dan bahkan tak sungkan-sungkan mengatakan asalkan rajin dan telaten maka dapat bersekolah menjadi anak yang luar biasa cerdas. Siapa orang tua yang tak tergiur dengan info ini? Apapun, demi anak, akan dilakukannya. Dana keluarga, sumbangan saudara, bahkan menjual aset tanah dan rumah sekalipun akan digunakan. Tidak jarang memunculkan percekcokan dalam keluarga yang menyulut rusaknya ikatan perkawinan.

Inilah dunia kekhususan – yang seringkali orang tua anggota baru suatu Parents Support Groups disambut oleh anggota lama dengan sambutan: Welcome onboard!

Selanjutnya baca DISINI


....


 

 

Gifted terlambat bicara

VS

autisme dan atau ADHD/ADD

Bagaimana pendidikannya?[1]

Julia Maria van Tiel

Orangtua gifted visual spatial learner

Pembina kelompok diskusi anakberbakat@yahoogroups.com[2]

Pendahuluan

Kelompok diskusi anakberbakat@yahoogruops.com sejak berdiri tahun 2001, menerima hampir 600 anggota yang umumnya merupakan orangtua dari anak-anak cerdas yang terlambat bicara dengan diagnosa yang berganti-ganti dari satu pendiagnosa ke pendiagnosa yang lain. Umumnya diagnosa yang diterima adalah saat anak-anak ini belum bicara menerima diagnosa ASD, atau juga PDD-NOS. Saat ia bisa berbicara mendapatkan diagnosa ADHD, dan saat sudah dapat bersekolah dengan prestasi baik mendapatkan diagnosa autisme Asperger. Jika tidak berprestasi dari ADHD menjadi ADD. Atau jika tidak berprestasi juga mendapatkan diagnosa Learning Disabilities, bahkan beberapa diantaranya menerima diagnosa brain injury dan retardasi mental.

Mengapa ada satu anak diagnosanya bisa berubah-ubah, padahal gangguan-gangguan tersebut sudah dinyatakan gangguan yang disebabkan karena adanya cacat neurologis yang masalah dan bentuk kecacatannya sudah dinyatakan akan disandang seumur hidup. Tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan hal yang berbeda, ada anak yang kemudian keluar dari kriteria dan dinyatakan sembuh, ada anak yang berganti diagnosanya, bahkan ada anak yang semakin parah? Bahkan kini muncul pendapat yang hampir mapan di masyarakat, bahwa demikianlah anak berkekhususan itu alamiahnya memang diagnosanya bisa berganti-ganti. Benarkah? Dari kenyataan di lapangan itu, muncullah suatu fenomena dimana ada bentuk terapi yang digunakan untuk semua bentuk gangguan tanpa lagi perlu memandang spesifikasi gangguannya.

Ataukah, berarti jika demikian halnya maka kita bisa pula berpendapat bahwa:

1) mungkin pendiagnosanya yang sudah salah menginterpretasi gejala;

2) mungkin kriterianya yang memang sudah salah atau kurang tepat;

3) ataukah si anak memang mempunyai dual diagnosis, yaitu gifted plus autisme, ataupun gifted plus ADHD/ADD, gifted plus gangguan belajar, atau gifted plus retardasi mental?

Ketiga kemungkinan itu bisa saja terjadi, apalagi hingga saat ini berbagai macam diagnosa anak berkekhususan hanyalah menggunakan sistem penegakan diagnosa yang subjektif yaitu dengan menggunakan penilaian terhadap perilaku, misalnya pada ADHD, ADD, dan autisme. Terhadap learning disabilities juga tidak menggunakan tes-tes objektif tetapi menggunakan tes-tes kemampuan belajar (didaktif). Tes objektif itu misalnya penciteraan otak, pemeriksaan darah, dan pemerikaan laboraturium lainnya. Namun hingga kini berbagai pemeriksaan itu masih belum dapat digunakan untuk melacak masalah anak berkekhususan ini. Apalagi bagaimana mekanisme terjadinya LD masih belum dipahami, begitu juga teori untuk menjelaskan perilaku autisme belum bisa ditegakkan. Hanya pada gangguan ADHD sudah disepakati bahwa gangguan ADHD disebabkan karena masalah sistem inhibisi pada fungsi eksekutif yang terletak pada otak bagian depan (lobus frontal). Tetapi bagaimana melacaknya dengan menggunakan metoda penciteraan otak, masih belum ada kepastian kesimpulannya ( Patternotte & Buitelaar, 2006 ). Karena itu sekalipun di berbagai negara (maju) pelacakan ADHD/ADD masih menggunakan kriteria perilaku.

Namun kemungkinan bahwa gifted plus autisme (sekalipun asperger syndrome yang dikenal ada yang mempunyai inteligensi baik hingga tinggi) tidaklah mungkin, sebab kedua kekhususan mempunyai karakteristik inteligensi yang sungguh berkebalikan. Pada anak-anak gifted mempunyai kekuatan pada kemampuan pemecahan masalah, sedangkan pada anak-anak autisme justru mengalami keterbatasan kemampuan pemecahan masalah ( Webb dkk, 2005).

Gifted plus retardasi mental, tentu saja tidak mungkin.

Selain diagnosa ADHD/ADD, dan autisme tadi, anak-anak ini juga banyak yang mendapatkan diagnosa brain injury dan bahkan retardasi mental. Hal ini disebabkan karena si anak ini mengalami keterlambatan bicara dan memperoleh prestasi tes IQ yang masih mempunyai deskrepansi yang besar antara verbal IQ dan performasi IQ, namun sudah diambil kesimpulan melalui total skor IQ. Jelas diagnosa retardasi mental dan brain injury ini adalah kesalahan dalam interpretasi hasil tes IQ. Kesimpulan seperti ini sering sekali dijumpai dalam mailinglist anakberbakat@yahogroups.com .

Terapi yang sering diterima, mulai dari terapi medikamentosa untuk ADHD/ADD ataupun autisme, vitamin dosis tinggi, smart drugs, terapi-terapi gerak atau motoric patterning (seperti paket Sensory integration therapy, Doman-Delacato, Brain Gym, Muscle touch), terapi diet, terapi hipnotis, food supplement, chelation/detoksifikasi, dan berbagai terapi alternatif lainnya. Pada umumnya menerima terapi yang non-EBP/EBM. Akhir-akhir ini ada kecendrungan memberikan terapi yang sama untuk segala bentuk kekhususan, yaitu Sensory Integration Therapy dan terapi okupasi, karena munculnya pemahaman di lapangan bahwa masalah anak-anak berkekhususan disebabkan karena masalah pada sensoriknya, yang tentu saja tidak ada bukti secara ilmiahnya (Stephenson, 2004).

Pendidikan yang diterima anak-anak ini di Indonesia, sangat beragam, terbanyak masuk sekolah dasar umum dengan pendekatan khusus, namun sebagiannya mengalami kesulitan menempuh pembelajaran, tidak diterima di sekolah, masuk SLB, atau homeschooling. Karena belum diterimanya diagnosa gifted terlambat bicara secara formal baik di bidang psikologi dan kedokteran, maka anak-anak ini melandas di sekolah menjadi diagnosa ADHD, Asperger, PDD-NOS, ASD, gangguan belajar (Learning Disabilities), atau lamban belajar. Umumnya tidak menerima layanan keberbakatannya, yang lebih banyak disebabkan karena pihak sekolah hanya menyediakan layanan kelas akselerasi. Tentu saja hal ini sungguh sangat memprihatinkan kita semua.

Terlambat bicara?

Umumnya orangtua dalam mailinglist anakberbakat@yahoogroups.com melaporkan anak-anaknya pada awalnya sudah mulai bicara beberapa kata, namun bersamaan dengan perkembangan motorik kasar dan eksplorasinya (di sekitar usia 18 bulan) anak mengalami kemunduran prestasi bicara. Ia semakin menyendiri, asyiek dengan mainannya, tidak merespon dan semakin sulit diajari. Motorik kasarnya semakin berkembang luar biasa diikuti dengan tingkat aktivitas yang tinggi. Kemudian orangtua mencari bantuan karena dirasa anaknya sulit dikendalikan, baik motorik (banyak gerak dengan tingkat aktivitas yang tinggi) maupun emosinya, terutama disebabkan karena anaknya tidak mengalami perkembangan bicara sebagaimana teman sebayanya. Sekalipun anak-anak ini tidak mampu berbicara namun ia masih bisa menangkap perintah-perintah yang diberikan orangtuanya. Ia juga sangat mampu membangun relasi yang hangat dengan orangtuanya. Kebingungan yang sering disampaikan orangtua adalah, si anak tidak merespon jika dipanggil (jikapun merespon hanya merespon sekilas saja), terutama saat ia asyiek bermain sendiri. Ia akan mulai bicara lagi di usianya yang ke tiga bahkan ada yang mulai lagi di usianya yang ke empat. Kondisi tidak bisa berkomunikasi dengan baik akan berlangsung hingga anak masuk usia sekolah dasar dan di usia itu anak sudah mulai bisa diajak bicara dua arah. Anak-anak yang kini sudah mulai remaja, pada kenyataannya mempunyai IQ yang luar biasa tinggi dan mempunyai prestasi yang baik di sekolah. Walau demikin sebagiannya mempunyai masalah sosial, emosi, dan bahkan ada juga yang sulit mencapai prestasi yang baik sekalipun dalam tes-tes psikologi menunjukkan mempunyai potensi inteligensi yang sangat baik.

Berbagai literature yang berlatarbelakang keilmuan patologi bahasa menyebut gangguan bicara dan bahasa ini disebutnya dengan nama Specific Language Impairment (SLI). Istilah SLI bisa kita temukan misalnya dari literature yang dikeluarkan oleh Dorothy M Bishop atau oleh Gina Conti-Ramsden.



[1] Dibawakan dalam Seminar dan Workshop Program Inklusi – Magister Psikologi Unika Soegiyapranata- Semarang 31 Juli 20010.

[2] Kelompok diskusi orangtua anak gifted (gifted children) dengan segala permasalahannya,


Selanjutnya:

....