Perlu Memahami Anak Berbakat
Perlu Memahami Anak Berbakat
OlehJulia Maria van Tiel
Menyambut seminar Deteksi dan Pendidikan Anak Cerdas Istimewa dan Berbakat Istimewa (Gifted & Talented Children) 3 Maret 2007 dari Kelompok Diskusi Orang Tua Anak Berbakat bersama Dit PSLB Mandikdasmen Depdiknas RI.
JAKARTA - Banyak pengalaman yang sudah dicatat oleh ahli-ahli keberbakatan di negara maju di Eropa dan Amerika, sejak bayi anak-anak berbakat telah menunjukkan karakteristik sebagai bayi gifted. Ia mempunyai perkembangan yang sangat cepat dengan kapasitas yang besar, ditandai antara lain banyak gerak, sangat alert, dan banyak menuntut perhatian misalnya mudah dan selalu menangis, serta keras kepala jika kemauannya tidak dituruti. Kesulitan pengasuhan mulai datang saat anak berusia 2–3 tahun. Orang tua selalu mengeluh terlalu lelah dan tak punya waktu lain karena harus mengawasi dan melayani anaknya yang banyak gerak, tidur hanya sedikit sekali, loncat kian kemari, tukang membongkar, banyak maunya, hanya ingin mengikuti kemauannya sendiri, keras kepala, dan sulit diatur. Perilaku ini seringkali disalah mengerti sebagai perilaku membangkang yang pada akhirnya masuk ke dalam perilaku bermasalah. Anak-anak ini sering disarankan diberi terapi perilaku agar bisa berlaku normal, namun justru akan membawanya ke dalam permasalahan yang lebih parah. Bukan hanya masalah emosional dan sosial, tetapi juga munculnya penyakit-penyakit psikosomatik seperti sakit perut, sakit kepala, kefrustrasian, dan kondisi depresi. Akhirnya potensi luar biasa keberbakatannya tak terpupuk, bahkan ia harus melewati hari-hari yang kurang sehat dan tidak aman secara psikologis.
Melihat ini dibanyak negara, kini anak ini harus dideteksi dini, dan dikelompokkan ke dalam kelompok anak berisiko. Ia menjadi anak dengan kebutuhan khusus. Orang tua mendapatkan bimbingan untuk memahami bagaimana tumbuh kembang, karakteristik dan personalitasnya, serta cara-cara pengasuhan yang sehat yang sesuai dengan pola tumbuh kembang maupun personalitasnya. Orang tua harus bekerjasama dengan para guru, agar antara pengasuhan di rumah dan pendidikan di sekolah dapat simultan, karena bisa jadi ia membutuhkan percepatan belajar, pengkayaan, sekaligus juga pendalaman, yang terkadang hanya mungkin dikembangkan di luar sekolah atau di rumah. Disamping juga membantu guru melakukan remedial teaching untuk mengatasi kesulitan belajarnya.
Selain tugas pengasuhan orang tua juga masih dituntut memenuhi tuntutan kebutuhan si anak yaitu untuk mewujudkan dorongan internalnya mengembangkan potensi inteletual serta bakat lainnya seperti musik, menggambar, atau olah tubuh.Tumbuh kembang anak gifted, diakui oleh banyak ahli, mempunyai perkembangan yang sangat krusial, unik, dan sering terjadi ketidak sinkronan atau ketidak selarasan perkembangan, antara lain dalam perkembangan emosional, sosial, sensoris, motorik, bahasa dan bicara. Ketidak sinkronan perkembangan ini akan berakibat juga bahwa kelak anak tersebut mengalami kesulitan belajar. Ia sangat cerdas tetapi juga mengalami kesulitan.Untuk ini orang tua juga dituntut untuk memahami hal ini semua agar ia dapat membantu si anak mencapai tingkat perkembangan yang lebih harmonis. Kesalahan akan memunculkan masalah-masalah baru yang sulit rehabilitasinya.Untuk memahami ini semua, orangtua dan guru harus banyak membaca, berdiskusi, dan tak kalah penting pula harus ada tenaga ahli yang membimbingnya, agar ia tidak melakukan pengasuhan dengan cara meraba-raba atau menggunakan bentuk stimulasi dan intervensi kelompok anak berkebutuhan khusus lainnya yang tentu saja tidak akan sesuai.
Sebagian orang tua justru merasa malu mengakui anaknya mempunyai potensi gifted. Pandangan masyarakat umum maupun pihak professional bahwa gifted adalah bukan masalah tetapi suatu perkembangan yang positif, yaitu perkembangan kognitif (inteligensia) tanpa melihat lagi kemungkinan-kemungkinan lain yang menyertainya. Mengakui anaknya seorang anak berbakat (gifted) dapat dipandang sebagai perilaku berlebihan yang mengarah arogan. Banyak orang tua akan lebih memilih hanya mengatasi masalahnya, dan mengesampingkan potensi keberbakatan yang dapat menjadi masalah.
Sebaiknya pandangan tadi haruslah segera diubah ke arah melihat faktor keberbakatan (giftedness) sebagai salah satu faktor dalam berbagai dimensi perkembangan anak. Kita semua selain harus menerima perkembangan kognitifnya yang luar biasa itu, perlu juga memahami bagaimana sebenarnya tumbuh kembang dan personalitasnya, agar ia dapat kita terima sebagaimana adanya. Tak kurang pula memberinya toleransi yang lebih besar dalam kesulitan perkembangannya. n
Penulis adalah pembina kelompok diskusi Grup Anak Berbakat
Copyright © Sinar Harapan 2003 http://www.sinarharapan.co.id/berita/0702/16/ipt04.html